ABAH ASLUK : ADAKAH KEADILAN EKONOMI DALAM SISTEM NEGARA !

FOKUSATU-Dalam keterpurukan ekonomi saat ini, Kenapa pakar ekonomi dan politisi malah sama-sama buta tidak bisa melihat tanda-tanda kebangkrutan negara ?

Sebaiknya para politisi dan para ahli jangan asal ngomong dan jangan mengklaim, seolah-olah hanya mereka yang lebih tahu, dan stop mengobral janji bisa mensejahterakan kehidupan rakyat.

Kenapa.? Menurut pepatah logika “pohon batrawali mustahil rasanya manis sebab yang pasti manis adalah tebu”. Atau Cobalah tanyakan pada dolar, apakah bahagia setelah hampir 100 tahun dapat menguasai dunia..? dolar pasti akan menjawab singkat; _*boro-boro_*!

Dulu dolar mengira, hidupnya pasti aman serba kecukupan kalau bisa menjadi penguasa dunia pengatur perdagangan. Pikiran itu muncul secara alami akibat terdorong kuat oleh paham Nasionalisme yang memaksa setiap Negara menjadi wajib berlomba, bersaing untuk mengejar posisi terkuat yaitu menjadi Adi Daya. Dan sampai kini hanya beberapa negara yang yang memiliki persyaratan cukup untuk maju ke medan tempur mengadu nasib dalam kancah persaingan ekonomi demi menyandang negara maju, dan atau adidaya .

Jika bicara soal Indonesia, dulu waktu zaman Sukarno Indonesia pernah mencoba-coba ikut mengadu nasib di kancah internasional, singkatnya pak Karno membentuk Asia-Afrika yang tujuan intinya ingin Indonesia menjadi Negara kuat yang dipandang, diperhitungkan hingga memiliki hak suara dalam menentukan kebijakan ekonomi dunia baik yang berhubungan dengan fiskal dan atau moneter. Sebagaimana dulu, Sukarno sering berpidato _…..*kita tidak boleh kalah oleh Inggris, Perancis, Itali dan kita harus menjadi bangsa yang besar….._*

Namun rupanya nasib berkata lain. Karena memang Sukarno didukung oleh Sovyet dan China, sekalipun dulu Indenesia dipandang Macan Asia, tetap keberadaannya ada dalam genggaman Negara-negara pendukung. Sehingga logis jika kekuatan Sukarno dan Asia Afrikanya dengan mudah dilumpuhkan. Terpaksa Indonesia harus tetap menjadi Negara level tiga begitupun Negara-negara lainnya yang tergabung dalam Asia Afrika. Dan nasib Rupiah pun harus menduduki kasta terendah seperti yang kita rasakan sekarang.

Kita pasti tahu, nasib rupiah seperti sekarang ini bukan karena dihantam oleh kekuatan militer plus nuklirnya, tapi itu terjadi akibat dikondisikan oleh sistem Perdagangan Monopol yang diaktori dolar. Sistem tersebut berlaku atas kesepakantan bersama karena memang lahir dari suatu paham yang sama yaitu matrealisme. Di mana setiap negara secara otomatis merasa dipacu untuk menjadi Negara maju. Dan Kemajuan Negara kreriterianya total diukur oleh nilai ekonominya atau seberapa besar duitnya.

Perlu diketahui bahwa matrealisme monopolisme adalah suatu sistem perdagangan yang sangat tidak mengenal pri kemanusiaan, tidak mengenal keadilan sosial dan sifatnya selalu kejam, tidak segan-segan dalam melakukan pelemahan, perbudakan, pembunuhan dalam kontek perdagangan. Lihat saja faktanya, sedikit pun dalam diri dolar tidak ada Rasa Iba, Rasa belas Kasihan terhadap nasib rupiah yang sedang menangis menjerit kesakitan..? Lebih sadisnya, sudah tahu kondisi rupiah sedang sekarat, pemerintah kita malah didesak oleh keadaan agar menaikan harga BBM, GAS, Listrik, Pajak, retribusi dll yang memicu keadaan rupiah makin sempoyongan, dan tanpa sadar kehidupan rakyat yang akhirnya pasti menjadi korban.

Kekejaman kesadisan seperti itu bukan hanya dilakukan oleh dolar terhadap rupiah, tapi sudah menjadi watak Negara yang secara sistematis sudah kuat melekat pada diri pejabat pemerintahnya di negara manapun di seluruh dunia. Faktanya kini, apakah ada rasa belas kasihan dari pemerintah ketika menaikan harga BBM yang akibatnya banyak melahirkan cerita duka dan sengsara dalam kehidupan mayoritas masyarakat..?
Dan apa bedanya pula dengan sikap para pejabat tingngginya yang senantiasa giat melarang rakyatnya untuk protes ?

Kenapa sikap-sikap pejabat negara seperti itu ? jawabannya : “sebab hidup mereka sudah serba berkecukupan, dibiayai oleh uang rakyat. Berbeda jika nasibnya seperti gelandangan yang tidur beralaskan kardus dan makan nasi raskin, sudah pasti mereka pun akan kesal ketika melihat sikap dan ucap seperti yang mereka lakukan”.

Singkatnya, bahwa karakter kesadisan dan kekejaman yang ditanam oleh siatem matrealisme monopolisme itu bukan hanya saja menjadi tabiat negara tapi nyata sudah erat melekat pula pada diri-diri para pejabatnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

63 − = 59