Perkumpulan Santri Pasundan Kirimkan Surat Terbuka Tentang Pergantian Nama Jabar Kepada Gubernur Jabar

FOKUSATU-PROVINSI JAWA BARAT BERGANTI NAMA, PROVINSI TATAR SUNDA / PROVINSI SUNDA.

SURAT TERBUKA

Yang saya hormati Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.

Bismillahirrahmanirrahim
Asalamu alaikum wr. Wb.

Kronologis singkat :

Dalam rangka memperjuangkan perubahan nama Jawa Barat menjadi nama yang nyunda, saya menghadiri diskusi atas undangan Kang Dindin S. Maolani, pada 16 Oktober 2019 di Aula Pikiran Rakyat, Jl. Asia Afrika No. 77 Kota Bandung. Di antara yang hadir adalah Kang Cece Padmadinata, Kang Adjie Esa Poetra, Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, dan banyak tokoh lainnya.

Dalam diskusi itu disetujui nama pengganti Provinsi Jawa Barat adalah Provinsi Sunda. Sebelumnya ada banyak usulan semisal Provinsi Padjadjaran, Pasundan, Priangan, dan lain-lain, namun nama Sunda atau Tatar Sunda yang dipilih. Salah satu dasarnya adalah kajian filologi juga kepopuleran.

Selanjutnya, DPP PEKUMPULAN SANTRI PASUNDAN pun ikut memberi sumbangsih dengan cara mengirim Surat resmi secara tertutup pada Gubernur Jawa Barat.

Atas dukungan dan rekomendasi bapak Memet Hamdan (sesepuh Jawa barat ). Akhirnya terjadi pertemuan pada 1/11/2019 di gedung kesbangpol. selain saya sendiri ada Aceng Ahmad Nasir, S.Ag, MA. Lalan baehaqi, Yusuf alfurqon, S.HI dan Alek kunkun menyampaikan aspirasi terkait dengan dukungan perubahan nama provinsi Jawa barat. diterima oleh Dr. H. Heri Hudaya selaku kepala kesbangpol Pemprov Jabar.

Ada Beberapa “alasan pendahuluan” mengenai pentingnya sebuah nama. Walaupun begitu, hal ini hanya alasan yang sumbernya adalah diskusi kecil dari perkumpulan santri Pasundan.

Adapun tentang dalil-dalil umum mengenai pergantian nama tersebut, sebagai berikut.

1. Agama : nama adalah do’a. Dalam bahasa Arab bermakna taroji atau harapan, yang kini disebut visi.

Sekedar contoh “tagline” yang begitu akrab terdengar “Sunda mah Islam, Islam teh Sunda”, bermakna harapan atau keinginan luhur agar orang Sunda berperilaku religius. Secara kata tentu mudah dan sah bila diganti dengan kalimat “Jawa Barat itu Islam, Islam Jawa bagian barat”. Namun secara etimologis menjadi kehilangan genetika historisnya. Ibaratnya, setiap pepatah itu memiliki Deoxyribonucleic Acid atau DNA ibu kandung budaya asalnya.

Saking pentingnya sebuah nama hingga dalam agama Islam disunahkan pemberi nama itu, baik pada manusia atau tempat, diberikan oleh nabi langsung atau oleh ulama, orang orang Sholeh, para wali dan atau para pemimpin

2. Filsafat : secara ontologis nama adalah deskriptif, menggambarkan keadaan sebenarnya.

Banyak kalangan masyarakat menganggap nama Jawa Barat bukanlah deskripsi yang tepat untuk masyarakat Tatar Sunda hanya karena satu fakta, mereka menghuni wilayah yang secara geografis berada di pulau yang disebut bagian barat Jawa. Di lain pihak, ada banyak fakta lain bahwa masyarakat Tatar Sunda itu beda dengan Masyarakat Jawa Tengah atau pun Jawa Timur. Jika diibaratkan, sama dengan mengelompokkan keluarga macan tutul pada familia hominoid atau primata. Hanya karena satu alasan, baik macan atau monyet sama-sama bisa memanjat.

Justifikasi di atas hanya sebuah analogi tentang penamaan yang tidak memenuhi kriteria deskriptif sebagaimana yang dimaksud filsafat bahasa.

3. Sejarah : sejak dulu wilayah Tatar Sunda diberi nama nyunda. Masyarakat Sunda mendiami wilayahnya ribuan tahun yang lalu. Misalnya tahun 130 Masehi ada kerajaan Salaka Nagara, penguasa pertamanya Prabu Darmalokapala. Nama Salaka Nagara bermakna Nagara Perak. Penamaan- penamaan wilayah Tatar Sunda selalu berkonotasi nyunda sampai masa- masa berikutnya.

Bahkan pada masa Rangga Gempol (1620-1625). Sewaktu daerah Tatar Sunda di bawah ekspansi Mataram, namanya tetap nyunda di antaranya Sumedang Larang di daerah utara, Priangan di tengah, dan Sukerta untuk wilayah timur.

Begitupun pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-1942). Wilayah Tatar Sunda statusnya hanya karesidenan yang diberi nama Priangan atau Parahiyangan. Ibu kotanya di Cianjur dengan nama Belanda Preanger Regentschappen. Namun mulai tahun 1864 dipindahkan ke Bandung.
Maka secara historis, nama Jawa Kulon atau Jawa bagian barat dianggap tidak memiliki sosiologi granslag yang tepat.

4. Etika : nama merupakan kehormatan serta simbol kasih sayang. Dalam ajaran etika teologis contohnya, “dilarang memanggil dengan panggilan yang buruk” merupakan ajaran semua agama. Karena presuposisi- presuposisi teologislah yang menjadi dasar bahwa menamai seseorang itu harus tepat, baik, dan mulia.

Secara etis, Tatar Sunda disebut Jawa bagian barat itu tidak tepat. Tentu bukan berarti salah, namun “teu kaci” dalam istilah Sunda, alias batal disebut sebagai penamaan yang menunjukan jati diri dan harga diri orang- orang Tatar Sunda.

Dampak sistemik penggunaan etika ini pun secara psikologis pasti akan menciptakan kepercayaan diri dan rasa bangga bagi masyarakat Tatar Sunda.

5. Budaya Lokal : dalam budaya buhun, Sunda memiliki tradisi “ngabubur hideng, ngabubur Bodas” terjadi jika ada seseorang atau sesuatu yang akan diganti namanya.
Tradisi ini bukanlah ritual magis. Tapi karena orang Sunda menganggap nama itu penting, ada istilah “ulah ngerakeun ngaran, kudu saluyu jeung prilaku”. Tidak heran jika prosesi pergantian nama sering dilakukan oleh para penjahat yang bertaubat lalu hendak meninggalkan kejahatannya, atau orang yang selalu sakit-sakitan dan berjanji ingin meninggalkan sesuatu yang menjadi sumber penyakitnya.

Tradisi ini murni sebagai kearifan lokal. Namun bernafaskan nilai-nilai agama. Misalnya, Nabi Muhammad SAW. Beliau mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah Al Munawwarah setelah dikuasai Islam dan umumnya para sahabat beliau pun diganti namanya setelah menjadi seorang muslim. Contoh kasus seperti ini pun memunculkan sebuah kesimpulan bahwa budaya Sunda itu sesuai (kompatibel) dengan nilai keislaman. Fakta, umumnya masyarakat Tatar Sunda memang beragama Islam.

6. Conversation Marketing : pergantian nama Jawa Barat menjadi nama yang nyunda akan menjadikan conversation marketing atau bahan perbincangan masyarakat luas. Bayangkan saja, berapa juta KK, KTP, AKTE, dan lain-lain yang akan berganti. Artinya, sekadar dari perilaku administrasi saja Sunda akan menjadi nama yang dikenal lebih populer baik secara nasional maupun internasional .

7. Tanda Keberadaan : nama merupakan salah satu indikasi, sesuatu itu ada atau eksis. Jika tidak ada namanya maka bisa dikatakan tidak ada faktanya.

Tatar Sunda atau Masyarakat Sunda itu bisa ternegasikan dalam sejarah kebangsaan, jika tidak tercatat secara formal dalam nama struktur kewilayahannya sendiri.

8. Ilmu Penamaan Geografi Toponimi : nama sebagai pembeda, biasanya diambil dari nama tokoh karena pengabdiannya dan atau nilai-nilai lain yang layak dijadikan teladan. Misalnya jalan Jendral Soedirman (nama tokoh), Kota Jaya Karta (kota kemerdekaan), Gedung Juang (peristiwa), dan lain-lain.

Wilayah Tatar Sunda adalah wilayah yang patut diberi nama nyunda sebagai pembeda, serta dituangkannya nama sunda secara administratif di struktur tingkat provinsi adalah penghargaan bagi masyarakat dan budaya Sunda dari negara dan bangsanya.

9. Brand Image dan Citra : nama adalah brand image berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap sebuah brand.

Nama pun adalah Citra atau seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek.

Pada tahapan inilah, nama menjadi memiliki korelasi terhadap kesejahteraan misalnya, merek dagang, barang yang sama namun dijual di toko waralaba dengan nama Starbuck, Jco, atau KFC bisa lebih laris dan lebih tinggi harganya. Berlaku juga pada nama orang / tokoh tertentu, nama tempat tertentu, dan lain-lain.

10. Estetika : seorang gadis belia, berparas cantik jelita, nan indah dipandang, pujangga menamainya “sang bunga desa”. Adalah nama yang disematkan demi melengkapi keindahannya.

Nama adalah estetika, karena rongsokan pun disebut sampah itu sudah bersenyawa dengan fakta estetikanya.

Dan jika seantero nusantara menyebut Tatar Sunda “sepotong surga dunia”, maka Sunda adalah satu kata yang mewakili semua keindahan alam serta seni dan budaya masyarakatnya .

Demikian dalil-dalil yang kami sampaikan, semoga di kesempatan yang lain dapat dielaborasi kembali hingga memiliki korelasi yang signifikan dengan visi kesejahteraan jiga visi politik bapak gubernur dan Masyrakat Jawa barat. yaitu “Jawa barat juara lahir dan batin, menjadi tatar Sunda juara lahir dan batih”

Akhirnya, Kami berharap Bapak Gubernur dan wakil gubernur serta para Tokoh Jawa Barat berkenan untuk memberikan dukungan pergantian nama Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Tatar Sunda / Provinsi Sunda.

Hatur nuhun.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hormat saya,

Ttd.
Asep Lukman
Dewan pembina
perkumpulan santri Pasundan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

14 − = 5