Raden Dirgantara, SH : Kesepakatan Kerja Bersama

FOKUSATU-Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama
(KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang ini merupakan salah satu dari Undang-undang yang dinyatakan di cabut dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan ini lahir pada saat bangsa kita menganut demokrasi liberal, sehingga semangat Undang-undang juga tidak lepas dari filosofi tersebut. Sesuai dengan semangat itu masing-masing pihak yang membuat perjanjian perburuhan cenderung membela kepentingannya sehingga tidak jarang pihak yang satu melakukan tekanan-tekanan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) di buat untuk mengetahui hak dan kewajiban secara pasti dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan ketenangan kerja maka perlu dibuatkan suatu pedoman atau suatu aturan kerja yang disepakati antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Perusahaan sebagai aturan dalam pelaksanaan hubungan kerja dan di buat secara tertulis san di daftarkan ke pada instansi yang berwenang. Dengan demikian suatu perjanjian atau kesepakatan antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Pengusaha tersebut mempunyai suatu kekuatan hukum yang pasti apabila di buat secara tidak melanggar syarat sahnya perjanjian.

Sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja/buruh atau penyeimbang kepentingan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, maka di Negara Indonesia telah membuat aturan-aturan yang jelas dengan di bentuknya Undang-undang ketenagakerjaan. Adapun secara garis besar ada tiga Undang-undang yang sekarang menjadi pedoman bagi para pekerja/buruh dan pengusaha, yaitu : Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perseslisihan Hubungan Industrial, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 Angka 21 menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Dari pasal diatas diketahui bahwa dalam hubungan kerja terdapat aturan yang bersifat otonom yaitu pekerja dan pengusaha berhak mengatur syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dicantumkan dalam sebuah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sebagai implementasi Undang-undang Ketenagakerjaan yang bersifat Heteronom yaitu aturan yang di buat oleh Pemerintah yang dalam hal ini sebagai perlindungan terhadap hubungan ketenagakerjaan.

Adapun dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) tersebut syaratnya adalah tidak boleh rendah dari ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Hal yang mendasari diadakannya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) ini dikarenakan latar belakang sosial ekonomi bahwa posisi pengusaha lebih kuat bila dibandingkan posisi pekerja atau buruh. Oleh karena itu hukum ketenagakerjaan/perburuhan lebih memberi perlindungan kepada pekerja/buruh dengan maksud adanya keseimbangan antara pengusaha dengan pekerja/buruh sehingga posisinya sama sebagai mitra dan subyek dalam membuat perjanjian.
Namun, dalam kenyataan pelaksanaannya masih banyak terdapat adanya Perjanjian Kerja Bersama/PKB atau Kesepakatan Kerja Bersama/KKB tersebut yang kualitas dan/atau kuantitasnya lebih rendah dari Undang-undang, juga didapat adanya isi dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang telah disepakati oleh Serikat Pekerja/Buruh dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang harusnya menjadi suatu Undangundang bagi kedua belah pihak kenyataanaya dengan berbagai alasan dan keadaan pelaksanaan isu dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Dalam kasus yang diangkat penulis adalah PT X sebagaimana selanjutnya di putus oleh Pengadilan Hubungan Industrial Serang dalam putusan nomor
061/G/2008/PHI.Srg. Dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati untuk diperpanjang oleh kedua belah pihak, dan diketahui besaran Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar 241% (dua ratus empat puluh satu persen), namun ternyata perusahaan tidak menepati hasil Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tersebut.

Dari kasus tersebut diatas penulis dalam penelitian ini mengangkat mengenai isi dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama yang telah habis masa berlakunya kemudian diperpanjang oleh kedua belah pihak dengan kesepakatan pihak yang isinya mengatur besaran Tunjangan Hari Raya (THR) di PT X tentang pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar 241% (dua ratus empat puluh satu persen), akan tetapi kenyataannya perusahaan hanya membayar 1 (satu) bulan upah atau sesuai dengan Per04/MEN/1994 yang telah di putus oleh Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial (PPHI) Serang dengan putusan nomor 061/G/2008/PHI.Srg.

Oleh karenanya penulis akan menggambarkan bagaimana aturan terhadap Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.

*Raven Dirgantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

8 + 1 =