AMR : Revolusi Belajar Umat ditengah Pandemic COVID-19

FOKUSATU-Sejujurnya banyak dari kita atau seluruh umat manusia harus belajar secara cepat tepat ditengah Pandemic COVID-19, Akhir Desember 2019 ketika wabahan ini merebak di Kota Wuhan, China lalu dengan cepat menjadi virus keseluruh penjuru Dunia, hanya beberapa negara yang cepat, tanggap, dan tepat membatasi hubungan dengan China setelah wabah ini ditetapkan sebagai virus dari keluarga Corona. Dunia mengenalnya dengan nama COVID-19. Negara-negara yang cepat, tanggap, dan tepat menutup akses dari China berhasil memutus mata rantai penyebaran virus ke negaranya, dunia mengenalnya dengan istilah “Lockdown”.

Sayang sekali negara yang kita cintai ini, Indonesia, termasuk yang tidak cepat, tidak tanggap dan tidak tepat mengambil kebijakan menghalau COVID-19, pun setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemic.

Genderang perang melawan COVID-19 di Indonesia pertama kali ditabuh Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan pada pertengahan Januari tahun 2020, saat itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutnya dengan “Pneumenia Wuhan” dan secara Nasional ajak untuk bersikap waspada baru dihimbau Presiden Joko Widodo pada bulan Maret ketika dua pasien asal Depok ditetapkan positif COVID-19. Setelah itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur Anies R. Baswedan konsisten perang pelawan COVID-19 bahkan himbauwan seperti “Jangan Kasi Kendor”, “Kota Ini Mau Sehat”, “Jaga Jarak”, “Dirumah Saja”, “Jangan Mudik”, “Maskermu Menjaga Kita”, “Dirumahku Takbirku” menjadi semacam pekikan semangat perang melawan COVID-19. Sementara secara Nasional sikap terhadap COVID-19 bergerak secara acak, tidak teratur bahkan saling tabrakan dari himbawan, perang, himbauan, berdampingan dan sekarang ajakan berdamai dengan COVID-19.

Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta (Ibu Kota Negara) sejak perang melawan COVID-19 pada layar televisi dan media massa lainnya setiap hari dua sampai empat kali Anies konferensi pers memberi semangat cepat, tanggap, dan tepat arahan dan motivasi bagi “stakeholder” Pemerintah DKI Jakarta dan warga Jakarta untuk bersikap cepat, tanggap, dan tepat melawan COVID-19. Arahan dan motivasi untuk terus bergerak itu, bahkan menjadi referensi bagi Kota/Kabupaten dan Provinsi lain di Indonesia untuk bersikap. Anies dengan kesadaran penuh yang dibangun dengan kekuatan sains paham bahwa perang melawan virus pandemic tidak dapat dianggap sepeleh remeh temeh. Wajib dilawan dengan cepat, tanggap, dan tepat, untuk alasan itulah, Anies tidak pernah absen dari layar media juga media sosialnya. Revolusi bergerak terus.

Dalam beberapa segmen kehidupan pada masa pandemic COVID-19 terjadi revolusi, salah satunya di kalangan umat Islam terjadi revolusi pembelajaran yakni, belajar bagaimana Agama dijalankan ditengah-tengah perang melawan virus. Sebenarnya ini bukan ajaran yang baru, sebagai Agama paripurna, Agama peradaban, ajaran Islam telah mengatur dalam kondisi bagaimanapun telah diatur hukum-hukumnya menjalankan agama. Mengutip sambutan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat memberikan sambutan pada peringatan Khatamul Qur’an, Sholawat dan Doa Cegah Corona oleh BAZNAS (BAZIS) DKI Jakarta via aplikasi zoom pada malam 14 Mei 2020 menyebutkan, “Secara khusus saya ingin menyampaikan terimakasih kepada BAZNAS (BAZIS) yang memiliki ide-ide terobosan amat banyak, termasuk kegiatan ini. Insya Allah, ini akan makin menyemarakan, dan terobosan yang dilakukan dengan menggunakan digital sekaligus pemanasan. Barangkali inilah wajah masa depan kita nanti. Hari ini kita semua memiliki teknologinya, tapi sebelum bulan Maret tidak ada yang pake teknologi ini untuk optimal, sesekali saja diperlukan kalau terpaksa, selama dua bulan ini yang namanya pertemuan menggunakan video conference terjadi dimana-mana. Kegiatan taklim menggunakan video conference dimana-mana, apa yang sesungguhnya terjadi ? umat sedang mengalami transformasi media dakwah. Media dakwahnya sekarang menggunakan teknologi.”

Umat Islam dalam tiga bulan terakhir ini memang mengalami revolusi belajar dan praktek cara beragama ditengah mewabah virus COVID-19. Dan luar biasa kondisi ini bahkan terjadi sebelum Ramadan, saat Ramadan dan saat Idul Fitri dan juga pada saat sebagaian umat Islam sedang melaksanakan Ibadah Umroh di tanah suci. Artinya bahwa generasi ini mengalami pembelajaran dan praktek beragama yang sempurna. Para Guru-guru, Ustat, Kiyai kita mencoba berijtihad yang tinggi, mengeluarkan fatwa, bagaimana praktek sholat lima waktu, sholat jumat, sholat tarawih, sholat sunah, sholat Id, membayar zakat, shodakah, menyajikan berbuka puasa, dan bagaimana menjalankan tradisi saling memaafkan saat lebaran dan juga teramat penting bagaimana menjalankan penyelenggaraan jenazah ditengah mewabahnya virus. Seluruhnya bagaimana dilakukan saat umat sementara dilanda wabah virus COVID-19.

Fatwa menjalankan agama ditengah wabah virus COVID-19 juga dihadirkan dengan memanfaatkan seluruh media teknologi dakwah dan ini dilakukan dalam rentang waktu yang teramat singkat, tiga bulan terakhir ini. Para Guru-guru, Ustat, Kiyai kita juga banyak yang belajar memanfaatkan tenologi informasi dan komunikasi untuk menyampaikan ilmu-ilmu agama tata cara melaksanakan syariat agama ditengah wabah virus. Kini para Guru-guru, Ustat, Kiyai kita sudah sangat familiyar dengan aplikasi-aplikasi seperti zoom dan sejenisnya, sebagian besar dari mereka juga telah memiliki kanal-kanal media sosial facebook, twiter, youtube dan sebagainya. Revolusi cara berdakwah juga dialami para Guru-guru, Ustat, Kiyai kita.

Dan umat belajar dari pesan-pesan para Guru-guru, Ustat, Kiyai kita pada teknologi komunikasi. Belajar dalan waktu yang sangat singkat. Generasi umat ini kini memiliki segudang pengalaman real cara menjalankan syariat agama ketika wabah virus melanda. Dan ini mungkin hanya akan terjadi pada hitungan ratusan atau ribuan abad sebagai tanda zaman. Anak-anak kita yang telah balig mimiliki pengalaman beragama yang dahsyat mereka akan mewarisi pengetahuan yang tidak semua generasi mendapatkannya. Dan sekali lagi ini terjadi sebelum Ramadan, saat Ramadan dan saat Idul Fitri, sungguh waktu tiga bulan yang teramat berharga.

Revolusi belajar agama dan cara melaksanakannya yang sementara kita lakukan dan sambil kita belajar dari para guru-guru agama. Bagaimana hukum dan cara tarawih di rumahatau berjamaah di Masjid, bagaimana hukum dan cara melaksanakan sholat Id di rumah atau berjamaah di Masjid, bagaimana hukum dan cara membayar zakat fitra, bagaimana menjalankan tradisi saling memaafkan saat lebaran dan bagaimana hukum dan cara menyelenggarakan jenazah. Setiap kita kini memiliki pengalaman dan cerita tentang hukum dan cara menjalankan syariat agama ditengah mewabahnya virus.

Setiap pengalaman revolusi belajar yang dahsyat ini tentang sosial, budaya dan cara beragama di tengah mewabah virus COVID-19 ada baiknya diabadaikan dengan menggunakan seluruh perangkat literasi agar supaya dapat tersosialisasikan. Saya punya pengelaman hari pertama Idul Fitri dari 3 rumah yang kita hendak silahturahmi lebaran hanya satu yang meminta saya dan mereka saling memaafkan secara virtual saja tanpa harus saling mengunjungi secara visik. Dan kondisi seperti ini tidak menjadi masalah dan sedikit pun tidak menggeser rasa keikhlasan kita untuk saling memaafkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 85 = 86