Rizky Rajendra Analitika Institute : E Sertifikat Dan Relokasi Industrialisasi Ke Daerah

FOKUSATU-Harapan mendatangkan investasi yang berlimpah dan mempermudah penanaman modal dari luar negeri di Indonesia terus dilakukan pemerintahan Jokowi di periode kedua.

diawali dengan disahkannya uu cipta kerja meskipun dalam proses maupun setelah perundangan UU cipta kerja dianggap menimbulkan persoalan baik di lingkungan, pertanahan maupun di dalam ketenagakerjaan.

Niatan mempermudah masuknya investor luar negeri dengan mempermudah akses birokrasi perundangan.

mempermudah akses dalem mengeksplorasi kekayaan alam dan dalam hal pertanahan, hingga memangkas hambatan berinvestasi di Indonesia terus di lakukan.

salah satunya dengan adanya sertifikat elektronik yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan produk turunannya yakni Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 tahun 2021 tentang sertifikat elektronik sebagai dasar pemberlakuan sertifikat elektronik.

Hadirnya sertifikat elektronik sebagai rekomendasi dari produk undang-undang Cipta kerja menyisakan persoalan di perburuhan dalam memberikan ruang yang bebas bagi perusahaan untuk melakukan pemindahan pabriknya dari Jakarta ke daerah lain yang upah minimumnya masih rendah, dan pekerjanya hanya berstatus sebagai pekerja kontrak dan outsourcing, hingga kemudahan akses dalam memperoleh tanah.

Tanah sebagai salah satu faktor penting akses terhadap tanah merupakan dasar bagi tumbuhnya perekonomian baik dalam pembangunan perindustrian, perkebunan maupun pertambangan.

Liberalisasi pertanahan yang di legalkan oleh negara dalam bentuk kebijakan sertifikasi tanah elektronik (e sertifikat) bertujuan membuka peluang bagi investor dalam berinvestasi di Indonesia dan juga dari pihak yang berkepentingan yang sedang berkonflik untuk lebih mudah dalam mengakses dan mendapatkan tanah secara legal dari masyarakat, maupun dari masyarakat yang berkonflik.

Setelah sebelumnya menurut data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Maraknya konflik pertanahan dalam pemerintahan Jokowi terlihat dalam Luas konflik tanah sendiri sampai awal 2019 mencapai 807.177 hektar dengan didominasi sektor perkebunan sawit yakni mencapai 591.640 hektare. Lainnya antara lain adalah kehutanan (65 ribu hektare); pesisir (54 ribu hektare); dan pertambangan (49 ribu hektare)

Buruh atau pekerja menjadi salah satu bagian terpenting dalam menunjang perekonomian nasional.

Namun di sahkannya UU Cipta kerja telah membuat posisi buruh makin lemah dan menjadikan Relokasi sebagai pilihan utama bagi investor yang telah berproduksi di Indonesia dan seolah diberikan restu dengan hadirnya regulasi-regulasi yang berpeluang dalam penghancuran serikat buruh (union busting).

Selain itu Saling dukung antara pengusaha dengan pembuat regulasi di dalam UU Cipta Kerja dengan memanfaatkan rantai birokrasi, membuat regulasi-regulasi untuk mengendurkan gerakan buruh sekaligus menyedot energi gerakan pekerja dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan hak mereka dan juga untuk terciptanya stabilitas politik, dan keamanan sebagai syarat utama berjalannya industri.

Ini adalah bom waktu bagi pekerja dan bagi serikat buruh yang selalu melakukan perjuangan atas hak-hak dasar pekerjanya.

karena investasi menginginkan pekerja yang jinak, tidak banyak menuntut, di upah murah, mudah di eksploitasi, Bahasa kerennya buruh menjadi tentaga kerja yang fleksibel (labour market fleksibility)

Buruh tak harus dikorbankan untuk kepentingan investasi

Sebenarnya buruh atau pekerja di Indonesia layak hidup sejahtera, bahkan termaktub dalam konstitusi bahwa tujuan Negara Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Hal tersebut beralasan karena faktor penghambat utama investasi di Indonesia menurut survey World Economic Forum yang utama adalah masih maraknya korupsi di Indonesia menduduki peringkat pertama

Serta masih minimnya pemecahan masalah korupsi dan mengurangi hambatan yang birokratis menyebabkan perusahaan lebih memilih bagaimana hak hidup layak untuk pekerja yang dipangkas.

terlebih dengan pandemi corona yang makin meluas, membuat investasi yang menyerap lapangan kerja belumlah terlihat signifikan.

bahkan akibat pandemi ini 5 juta orang kehilangan pekerjaannya di Indonesia.

Pelemahan KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia juga menjadi sebab, bahkan merosotnya rangking indeks persepsi korupsi Indonesia ke peringkat 102 Berpotensi besar menghambat investasi masuk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 1 = 2