Perkumpulan Santri Pasundan Kembali Menyoroti Program Ridwan Kamil Hingga Soal Birokrat Jawa Barat Gagap Bicara

FOKUSATU-Menurut DR Hendro Sugiarto, SE.,M.MKMT Sekjen Perkumpulan Santri Pasundan. Bahwa Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional memulai langkahnya dalam pencanangan percepatan dengan sebutan “the great reset” dengan tagline pembangunannya adalah “bersama-sama mempercepat pemulihan ekonomi dan sekaligus melakukan reformasi sosial”.

Jika di definisikan “the great reset” terdiri dari dua kata great dan reset. Kata “reset”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menganjak, memindahkan atau bergerak. Dengan demikian, sederhananya “the great reset” merupakan sebuah upaya pemulihan, baik dalam kontek sosial maupun ekonomi, kita harus dengan cara menganjak atau memindahkan model dan gerak, bukan lagi kembali ke “normal” yang sama dengan kondisi sebelum krisis.

Lantas bagaimana dengan perencanaan yang di lakukan pemprov jabar apakah sudah mendekati perencanaan”the great reset”? Justru anomali, yang ada terjadinya sebuah ketimpangan, bayangkan sebagai contoh BANKEU untuk Kabupaten Garut di angka 600 Milliar lebih, sebagian besar anggarannya dipecah-pecah dan banyak di sector inspraktuktur jalan lingkungan dan Tembok Penahan Tanah (TPT). Dan temuan kami, malah para pengusahanya pun relatif sama di setiap kota dan kabupaten. Jadi bisa dicurigai ada permainan yang mengondisikan hal ini.

Memang benar salah satu dari empat dimensi untuk upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi selain investasi, daya beli dan ekspor satu lagi yaitu government spending, namun kami siap berdebat sejauh mana spending BANKEU untuk kokab terhadap optimalisasi percepatan pemulihan ekonomi, kesehatan atau sosial?

Sebagaimana kita ketahui pertumbuhan ekonomi jabar di triwulan III-2020 terhadap triwulan III-2019 mengalami kontraksi sebesar 4,08%, atau menurun sebesar 28,12 Trilyun (BPS, 2020). Sehinga menjadi PR besar agar jabar bisa ngabelesat kembali, yang seharusnya kang Emil berpijak kepada “the great reset” malah terkesan kang Emil tutup mata dan telinga terkait BANKEU untuk kokab.

Harusnya dari awal kang Emil menjadi orkestra dalam perencanaan BANKEU untuk kokab karena akang merupakan unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan pemerintah yang menjadi kewengan daerah.

Saya tidak habis fikir padahal kang Emil Ini dicitrai memilki kelebihan teknis soal pembangunan fisik juga di bantu oleh seabrek tim semisal ada TAP ada juga TAJJ tapi masih belum bisa menjadi orkestra terhadap masalah tersebut, terlebih dalam upaya percepatam ekonomi dan sosial. Setidaknya ada tigal hal yang kami evaluasi dari sudut pandang pemulihan ekonomi terhadap perencanaan BANKEU untuk kokab tersebut:

Pertama, harus lebih cerdas dengan mendayagunakan teknologi yang bernilai tambah serta memperhitungkan kemungkinan adanya guncangan besar agar ekonomi menjadi lebih berdaya tahan (resilience)

Kedua, menyertakan seluruh pelaku mulai dari pengusaha mikro, kecil, menengah dan besar (inclusive)

Ketiga, berkeadilan (fairer). Namun nampaknya ketiga prinsip tersebut dalam perencanaannya jauh panggang dari api. Padahal muara sebuah kebijakan berawal dari perencanaan. Semoga saja tidak berbuah menjadi “policy fallacy”.

Terakhir, sekedar mengingatkan kang Emil bahwa perlindungan sosial. Covid-19 tidak hanya berdampak kepada sisi ekonomi, dan Kesehatan saja, bahkan bisa jadi mengarah kepada ”The Social System”. Parson mengatakan bahwa sakit bukan hanya kondisi biologis semata, tetapi juga peran sosial yang tidak berfungsi dengan baik. Parsons melihat sakit sebagai bentuk perilaku menyimpang dalam masyarakat, alasannya karena orang yang sakit tidak dapat memenuhi peran sosialnya secara normal dan karenanya menyimpang dari norma merupakan suatu yang konsensual, salah satu wujud penyakitnya ialah disorganisasi sosial (Parsons, 1951).

Dalam kesempatan yang lain, kami pun berhasil mewawancarai ketua umum DPP perkumpulan santri Pasundan Aceng Ahmad nasir, SAg, MA. Menurutnya, gubernur Ridwan Kamil lebih baik secepatnya melakukan evaluasi berbagai hal Mulai dari soal banprov yang banyak direcah dan rawan pelanggaran itu, dana PEN, dana bantuan CSR, efektivitas tim TAP, juga ormas Jabar bergerak yang dicurigai banyak menyalurkan anggaran itu.

Namun selain itu ada Juga tim lain yang disebut TAJJ tim akselerasi Jabar juara yang ditempatkan dinas-dinas.

Khusus terkait Bergelimpangannya tim-tim seperti ini bisa menandakan Bebrapa hal, salahsatunya adanya ketidak percayaan gubernur pada aparat di bawahnya selebihnya atau bisa juga politik balas Budi.

Apapun itu, dengan terlalu banyak tim yang berkerumun seperti ini, secara psikologis para birokrat pun bisa jadi tidak nyaman. hanya saja mereka pasti gagap jika harus bicara jujur apa adanya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 7 = 9