MHR Shikka Songge : Tradisi Belajar Di Era Pandemi Covid-19 Dari Sekolah Ke Rumah

FOKUSATU-Meski Pendemi Covid 19 terus menerpa belahan negeri ini, dan nampaknya pemerintahan Joko Widodo belum punya cara yg tepat untuk menanggulanginya. Kitapun tidak bisa memprediksi kapan wabah ini hengkang dari negeri tercinta ? Olehnya orang tua perlu berikhtiar bahkan harus berperan aktif guna menyelamatkan masa depan anak anak melalui penidikan.

Tidak ada masa depan yang pasti tanpa kesiapan generasi hari ini. Kualitas dan arah, serta cetak biru suatu masa depan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan anak anak sekarang. Sesungguhnya pada genggaman generasi hari ini terketak harapan dan impian umat suatu bangsa di masa depan. Begitu juga pada betis generasi muda hari ini terdapat keselamatan umat suatu bsngsa di masa depan. Muqtatofat ini sungguh mengingatkan kita, bahwa kita tidak bisa bermimpi tentang sebuah era baru tanpa kesadaran untuk merancang postulasi era baru itu dengan kesanggupan melahirkan generasi terbaik.

Pendidikan diyakini sebagai wadah untuk menghantarkan anak didik menemukan potensi dan jati dirinya. Jati diri terbangun ketika anak manusia menemukan fitrah, sedangkan fitrah merupakan potensi bawaan sejak manusia berada dalam kandungan ibunya. Sekolah dengan segala kelengkapan infrstructurnya berfungsi untuk menghatarkan setiap anak didik untuk menemukan potensi dirinya itu. Dan mau kemana anak didik dengan potensi yang dimiliki itu ? Di sinilah hakekat dari peran dunia pendidikan.

Jadi memang pendidikan itu bukan sekedar mendapatkan pengatahuan yang dicekoki melalui kurikulum yang dipaksakan yang berubah setiap pergantian mentri. Tetapi sejatinya pendidikan hanyalah media untuk menyempurnakan seseorang untuk menemui essensi insaniahnya. Manusia sebagai insan, sebagai bashar, dari situ saejarah peradaban dunia akan terarah sesuai dengan kekayaan fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia.

Olehnya di era Covid 19 Para orang tua tidak boleh kehilangan perspektif pendidikan dalam mengorientasikan spirit anak anak untuk belajar. Agar di kelak hari mereka sanggup bertarung, daya juang, dignity, merebut masa depan dan menjadi bahagian dari masa depan. Masa depan ditentukan oleh generasi intelegencia, yang sarat dignity, morality, integrity yang sanggup mengangkat kepala, yang sanggup mengusung dada sendiri, yang sanggup menunjukan telunjuk tangan sendiri, ke mana arah negara mengarah.

Sebaliknya pemimpin bukanlah seperti kaum hepokrit, yang tidak sanggup membanggakan negeri sendiri. Pemimpin yang bekerja bukan untuk melayani rakyatnya. Juga Pemimpin yg bukan dikendalikan oleh pemilik modal dan keluatan asing. Ya, kita memang sedang mengalami krisis bernegara karena rendahnya integritas pemimpin kita. Kualitas pemimpin kita saat ini harus jujur diakui, tidak cukup sarat untuk memimpin negeri yang besar ini. Bisa dikatakan dalam saraf otaknya tidak ada hubungan dengan nasib jutaan rakyat Indonesia.

Nah, boleh jadi di balik aspek politis, Covid 19 merupakan gerakan supra sistem. Yang datang untuk mengoreksi buruknya kekuasaan politik rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sehingga Covid 19 seakan membawa pesan eternalitas dari langit, yang mengkonfirmasi kepada kita bahwa kita sedang berada dalam turbolensi yang membahayakan. Dimana kita sedang memperaktekan cara bernegara yg sangat buruk. Bernegara dengan cara yang buruk tentu, tidak akan membawa kebaikan dan keberkahan untuk negeri ini. Artinya kita tetap berada dalam kedzaliman bernegara yang sistemik. Olehnya khabar eternal melalui Covid 19 ini mengajarkan kita untuk memikirkan ulang menagemen pengelolaan berbangsa dan bernegara. Agar kita bisa menseleksi sumber daya pemimpin geniun demi kemaslahatan bangsa dan negara di masa depan. Hanya di tangan dan di otak pemimpin yang baiklah akan melahirkan kemaslahatan bagi rakyat dan negaranya.

Boleh jadi sistem pendidikan kita saat sudah terjebak dalam spektrum kapitalistik. Yang kelak hanya melahirkan manusia berkualitas robot dan berkarakter kuli. Tentu mereka bukan dipersiapkan jadi pemimpin. Maka akan timbul dampak keburukan yang secara masive mewabah di seantero negeri ini. Untuk diperlukan intropeksi segera agar negeri ini terselamatkan.

Maka dengan kasus Pendemi Covid 19 merupakan tesis baru bhw para orang tua perlu menjadikan rumah sebagai sekolah peradaban yg akan membentuk watak dan karakter anak anak pemimpin perubahan penyelamat bangsa dan negara. Rumah menjadi tenpat belajar, tempat tempaan mentalitas, dignity dan integrity pada anak anak. Disini kedua orang tua hadir sebagai pelaku pendidikan utama pelembagaan etos keilmuan, etos kepemimpinan bagi anak anaknya. Orang tua menjadi sosok yang akan berperan untuk menggoreskan pola pendidikan yang berwatak kemanusiaan pada anak, pendidikan pembebasan dan penindasan, akibat kegagalan pada pendidikan formal.

Kita perlu belajar pada tradisi profetic Muhammad SAW. Ketika peradaban kota Mekah hancur dikuasi oleh hegemoni kapitalisme, menguatnya oligharcy antara ketua suku dan pemilik modal, maka hilanglah kebenaran hancurlah nilai nilai kemanusiaan. Perdagangan budak, penindasan terhadap kaum perempuan, para pemilik modal menjadi tuhan tuhan baru, penguasa Mekkah menjadi realitas baru yg nampak. Dari rentetan kasus inilah Muhammad Bin Abdullah berangkat dan bertapa di Gua Hiro, berguru langsung pada Tuhan, agar Muhammad punya kesanggupan mengatasi krisis integritas moral yang mewabah di Kota Mekkah. Dari sana Muhammad melakukan gerakan perlawanan, merestorasi Peradaban Kota Makkah. Muhammad menjadi Pemimpin Moral melakukan perlawanan atas kedaliman terstruktur di Kota Mekkah.

Saya kira fenomena disintegritas dan demoralitas politik Indonesia dan berbagai prilaku ambigue lainnya, tidak cukup dijawab denga tradisi pendidikan yang ada saat ini. Mengingat virus kerusakan Indonesia sudah sempurna dlm hegemoni oligharcy yg berbasi kapitalisme dan partai politik. Olehnya para orang tua perlu menjadikan rumah keluarga sebagai rumah pendikan alternatif. Sebagaiman halnya Nabi Muhammad menjadikan Gua Hira tempat berguru pada Tuhan. Dari rumah pendidikan akan tercetak pemimpin pemimpin perubahan berwatak ke Indonesiaan.

Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berwatak dan berkarakter ke Indonesiaan, otentik, berintegritas geniun bukan pencitraan dan abal abal. Yaitu pemimpin yang mengusung kehormatan, wibawa, marwah dengan menegakan keadilan sosial politik, hukum dan ekonomi bagi rakyat.

Pemimpin yang dilahirkan oleh suara nurani dan doa politik rakyat, bukan dihasilkan oleh konspirasi busuk yang berbiaya mahal.

Meskipun anak anak belajar di rumah, saya selalu mengarahkan untuk kedua anak saya; Shandy Juang Ardinggrat Songge dan Shandrayna Juang Urbaninggrat Songge berdisiplin dan berpola belajar sebagaimana biasa. Mereka menyiapkan diri belajar di rumah dengan menggunakan seragam sekolah. Karena ilmu adalah kebenaran, dan setiap kebenaran adalah cahaya Allah, dan setiap Cahaya Allah akan menghinggap pada mereka yang menyediakan diri untuk mau belajar menerima cahaya Allah. Olehnya sebelum pelajaran dimulai keduanya mengawali dengan berwudhu dan sholat dhuha lalu mulai menerima pelajaran melalui zoom dan on line sistem yang lain. Sedangkan Shandrayna mulai belajar dari jam 03 00, waktu yang demikian itu sangat enteng untuk menghafal al Quran.

Meskipun sering kali problema menerpa, tidak ada pulsa atau smarthphone eror misalnya, keduanya tetap belajar. Apakah membaca buku pelajaran, mengerjakan soal, kami bertiga diskusi, atau saya arahkan mereka untuk berliterasi dg narasi mereka sendiri. Dari sini kita sebagai orang tua sll berikhtiar untuk membangun etos dan caracter anak anak berpengatahuan. Tradisi berpengatuan bisa dibentuk oleh situasi krisis.

Mohon doa kawan dan sahabat semua, agar generasi yang sedang bertarung di tengah wabah Covid 19 kelak menjadi generasi berkesadaran kuat, generasi yg tangguh, tegar, tegas dan tegap mengayu bahtera berbangsa dan bernegara. Para pemimpin perubahan biasanya terlahir di tengah terpaan badai krisis.

Ciputat 27 Juli 2020
MHR Shikka Songge : Peliliti Politik dan Sosial Keagamaan, CIDES.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

27 − = 25