Sri Hapsari Wijayanti : Praktik GLS Dan Kecakapan Literasi Siswa SD Belum Optimal

FOKUSATU-Meskipun sudah hampir enam tahun Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sebagai program dari Kemendikbud digulirkan, kecakapan literasi baca-tulis khususnya tidak mengalami perbaikan dan perubahan yang berarti bagi siswa sekolah dasar, khususnya di wilayah terpinggirkan di Kecamatan Cisauk, Tangerang.

Pembiasaan literasi internal (di sekolah) baik terstruktur maupun tidak terstruktur dan pembiasaan literasi eksternal (dari dalam diri sendiri dan keluarga) berpengaruh positif terhadap kecakapan literasi. Hal itu terungkap dalam diseminasi hasil penelitian tim peneliti lintas fakultas dari Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya berjudul “Implementasi GLS dan Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Meningkatkan Literasi Siswa SD” yang diselenggarakan pada 1 September 2022 di SDN Kedokan, Kecamatan Cisauk, Tangerang. Hasil penelitian ini melibatkan empat SDN di Kecamatan Cisauk, yaitu SDN Sampora 2, SDN Kedokan, SDN Cicayur 1, dan SDN Anamui yang mempunyai karakteristik latar belakang sosial ekonomi orang tua berada di level menengah ke bawah. Hadir pada acara tersebut Kepala Pengawas SDN Cisauk, Tangerang, Ketua PGRI, Ketua K3S Kecamatan Cisauk, kepala sekolah dan perwakilan guru dari keempat sekolah.

Tujuan dicanangkannya GLS adalah untuk mempersiapkan generasi Indonesia yang siap bersaing di abad ke-21. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu upaya meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis, menyelesaikan masalah secara kreatif, mampu bekerja sama, dan berkomunikasi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018).

Program GLS diakui pihak sekolah masih kurang dipahami bagaimana wujud dan praktiknya karena belum terpapar oleh arahan yang jelas. GLS diketahui sebatas kegiatan lima belas menit membaca sebelum pembelajaran dan pengadaan pojok baca di kelas-kelas. Kedua program itulah yang sudah berjalan sebelum pandemi dan akan diberlakukan kembali beberapa waktu ke depan.

Dari observasi, atmosfer literasi di sekolah dan di kelas sudah mencerminkan pelaksanaan GLS. Di luar kelas, misalnya, lazimnya di banyak sekolah, terlihat slogan-slogan budaya sekolah, ungkapan motivasi dan imbauan, termasuk motivasi untuk gemar membaca, baik dalam bahasa Indonesia maupun campuran bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Inggris. Papan pengumuman dan majalah dinding dengan berita-berita yang belum di-update masih terpampang. Perpustakaan dengan buku-buku yang tertata rapi di rak masing-masing dan karpet lesehan atau bangku untuk siswa membaca.

Atmosfer di dalam kelas terkait literasi juga terlihat dari adanya karya-karya siswa berupa puisi, karangan, gambar, yang tertempel di dinding kelas.Sejak pandemi menerpa, kegiatan literasi sontak terhenti. Pojok baca dibongkar bahkan tidak berbekas sama sekali. Kendatipun ada, hanya rak atau lembari buku yang sudah rapuh di pojok kelas, tanpa buku-buku lagi karena buku-buku sudah disimpan guru.

Hal itu dilakukan mengingat proses belajar-mengajar pada masa pandemi berjalan secara daring, lebih sering menggunakan whatsapp dan berbagai tautan video di YouTube. Masa pandemi telah mendekatkan siswa dan guru dengan teknologi digital. Sumber-sumber bacaan di internet digunakan guru dan dikirim ke siswa. Begitu pula, siswa ditugaskan guru untuk mengeksplor informasi.

Dari hasil kuesioner yang diisi oleh 174 siswa kelas V untuk tujuan mengungkap persepsi siswa tentang kecakapan literasi (baik literasi terkait pelajaran, cerita, maupun digital) pada tiga tahun sebelum pandemi dan saat pengambilan data (Maret s.d. Mei 2022) serta pembiasaan literasi siswa, terungkap bahwa kecakapan literasi pelajaran masih tetap tinggi pada saat ini dan sebelum pandemi dibandingkan kecakapan literasi cerita dan digital.

Akan tetapi, kecakapan digital meningkat pada pandemi dan saat ini dibandingkan sebelum pandemi karena terjadinya perubahan metode belajar-mengajar secara daring. Indikator kecakapan literasi pelajaran mencakup kelancaran membaca, memahami isi, dan kemampuan menulis. Indiator kecakapan literasi cerita mencakup kesukaan membaca, kebetahan membaca, dan kemampuan menceritakan kembali. Indikator digital mencakup kemampuan mencari informasi digital, membedakan informasi yang benar atau salah dan membedakan informasi dan pendapat.

Menarik dari hasil penelitian ini bahwa kecakapan literasi cerita masih rendah dibandingkan literasi pelajaran dan digital. Cerita yang dapat dibaca dari sumber digital atau buku-buku masih kurang dimanfaatkan, padahal pada usia sekolah dasar sangat penting ditubikan buku-buku cerita atau fiksi yang dapat merangsang imajinasi. Selain itu, dalam cerita mengandung unsur pembentukan karakter positif melalui tokoh-tokoh cerita yang pantas diajarkan sejak dini kepada siswa sekolah dasar. Akan tetapi, ketidaktersediaan koleksi buku cerita di perpustakaan sekolah masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Pihak sekolah dengan dana BOS mengutamakan pembelian buku-buku pelajaran.

Jenis buku yang bervariasi menjadi ‘jendela’ bagi siswa untuk menyelami dunia. Dengan adanya GLS, siswa diajak untuk gemar membaca, mampu menangkap informasi dengan baik dan benar, mampu memahami bacaan atau informasi dalam tingkat tinggi, mampu berpikir kritis dan menganalisis. Kecakapan kompleks ini membutuhkan waktu yang panjang untuk dapat dipetik hasilnya. Namun, jika upaya itu tidak dimulai dari tingkat dasar, tentu akan menyulitkan, baik bagi siswa itu sendiri ketika duduk di bangku pendidikan selanjutnya maupun bagi para pendidik di tingkat selanjutnya,

Dalam paparan hasil juga mengemuka peran kelurga yang masih sangat kurang dalam pembiasaan membaca siswa. Orang tua seharusnya tidak menganut prinsip menyerahkan sepenuhnya pendidikan pada pihak sekolah. Orang tua yang bekerja atau tidak bekerja sama-sama berjuang untuk mendukung sekolah dalam mengoptimalkan pendidikan literasi agar siswa mampu menghadapi era yang makin kompetitif pada masa dewasa nanti.

Seminar ini diakhiri dengan rencana bersama ke depan berbentuk penguatan tata kelola komponen pendidikan dalam mengimplementasikan GLS (*).

*Sri Hapsari Wijayanti
Dosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 + 1 =