Husnul Khotimah Berkah Membaca Sholawat

FOKUSATU-Al Habib Munzir al Musawa berkata “Tidak ada orang yang mencintai sholawat yang wafat su’ul khotimah. Karena tidak mungkin ia mencintai sholawat kecuali telah diizinkan oleh Allah subhanahu wataala”

Imam Ghozali mengatakan,
“Selamatnya jasad dalam sedikitnya makan, selamatnya ruh dalam sedikitnya dosa dan selamatnya agama dalam bersholawat kepada makhluk terbaik (Rasulullah Saw).”

Diriwayatkan dari kitab Ittihaful Amajid bi Nafaisil Fawaid karya Abu Mun’yah as-Sakunjiy at-Tijaniy, bahwa Nabi Khidir AS berkata,
“Aku pernah bertanya kepada para Nabi, “Bagaimana mungkin seorang hamba tergolong sebagai orang yang beruntung (ahli surga) padahal ketentuan Allah سبحانه وتعالى sebelumnya dia adalah kelompok orang yang celaka (ahli neraka) ?”
Semua dari para Nabi tidak satu pun yang mampu menjawab pertanyaanku. Maka aku bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ , lalu Nabi Muhammad ﷺ menjawab, “Hal tersebut terjadi wahai Khidir, berkat sholawat kepada diriku.”

Imam Sufyan ats-Tsauri, guru dari Imam Syafi’i, menceritakan,
“Aku pergi haji. Manakala Tawaf di Ka’bah, aku melihat seorang pemuda yang tak berdoa apapun selain hanya bershalawat kepada Nabi SAW. Baik ketika di Ka’bah, di Padang Arafah, di mudzdalifah dan Mina, atau ketika tawaf di Baytullah, doanya hanyalah shalawat kepada Baginda Nabi SAW.
Saat kesempatan yang tepat datang, aku berkata kepadanya dengan hati-hati, “Sahabatku, ada doa khusus untuk setiap tempat. Jikalau engkau tidak mengetahuinya, perkenankanlah aku mengajarimu.” Namun, dia berkata, “Aku tahu semuanya. Izinkan aku menceritakan apa yang terjadi padaku agar engkau mengerti tindakanku yang aneh ini. Aku berasal dari Khurasan. Ketika para jamaah haji mulai berangkat meninggalkan daerah kami, ayahku dan aku mengikuti mereka untuk menunaikan kewajiban agama kami. Naik turun gunung, lembah, dan gurun. Kami akhirnya memasuki kota Kufah. Disana ayahku jatuh sakit, dan pada tengah malam dia meninggal dunia. Dan aku mengkafani jenazahnya. Agar tidak mengganggu jemaah lain, aku duduk menangis dalam batin dan memasrahkan segala urusan pada Allah SWT. Sejenak kemudian, aku merasa ingin sekali menatap wajah ayahku, yang meninggalkanku seorang diri di daerah asing itu. Akan tetapi, kala aku membuka kafan penutup wajahnya, aku melihat kepala ayahku berubah jadi kepala keledai. Terhenyak oleh pemandangan ini, aku tak tahu apa yang mesti kulakukan. Aku tidak dapat menceritakan hal ini pada orang lain. Sewaktu duduk merenung, aku seperti tertidur. Lalu, pintu tenda kami terbuka, dan tampaklah sesosok orang bercadar. Seraya membuka penutup wajahnya, dia berkata, “Alangkah tampak sedih engkau! Ada apakah gerangan?” Aku pun berkata, “Tuan, yang menimpaku memang bukan sukacita. Tapi, aku tak boleh meratap supaya orang lain tak bersedih.” Lalu orang asing itu mendekati jenazah ayahku, membuka kain kafannya, dan mengusap wajahnya. Aku berdiri dan melihat wajah ayahku lebih berseri-seri. Wajahnya bersinar seperti bulan purnama. Melihat keajaiban ini, aku mendekati orang itu dan bertanya, “Siapakah Anda, wahai kekasih kebaikan?” Dia menjawab, “Aku Muhammad al Musthafa” (semoga Allah melimpahkan kemuliaan dan kedamaian kepada Rasul pilihanNya). Mendengar perkataan ini, aku pun langsung berlutut di kakinya, menangis dan berkata,
“Masya Allah, ada apa ini? Demi Allah, mohon engkau menjelaskannya ya Rasulullah.”
Kemudian dengan lembut beliau Saw berkata, “Ayahmu dulunya tukang riba. Baik di dunia ini maupun di akhirat nanti, wajah tukang riba berubah menjadi wajah keledai, tetapi disini Allah Yang Maha Agung mengubah lagi wajah ayahmu. Ayahmu dulu mempunyai sifat dan kebiasaan yang baik. Setiap malam sebelum tidur, dia melafalkan shalawat seratus kali untukku. Saat diberitahu perihal nasib ayahmu, aku segera memohon izin Allah untuk memberinya syafaat karena shalawatnya kepadaku. Setelah diizinkan, aku datang dan menyelamatkan ayahmu dengan syafaatku.”

Sufyan menuturkan, “Anak muda itu berkata, “Sejak saat itulah aku bersumpah untuk tidak berdoa selain shalawat kepada Rasulullah, sebab aku tahu hanya Shalawatlah yang dibutuhkan manusia di dunia dan di akhirat.”

Allohumma Sholli’alla Sayyidinaa Muhammad wa’allaa Alli Sayyidina Muhammad. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

71 − 69 =