KH Yusuf Sholeh : Corona Renungan Untuk Kita Semua

FOKUSATU-Buat renungan untuk kita Semua MARI PATUHI SERUAN BPK GUBERNUR DKI, untuk tetap di RUMAH, demi kemaslahatan Ummat

________________

Refleksi Fatwa Corona
Shohib Khoiri

– *”Saya tak takut Corona, hanya takut Allah”.*
Kalimat ini kelihatannya benar dan menggambarkan keimanan mereka yang tinggi, tapi sebenarnya “sarat akan paham Jabariyyah” dalam kajian Aqidah.
-Lalu bagaimana dengan keimanan Baginda Nabi yang mengatakan:
“larilah engkau dari lepra sebagaimana larinya engkau dari singa”
(HR. Bukhari).
Apakah mereka lebih tinggi keimanannya dari keimanan Baginda Nabi?.

*”Tak mungkin Allah turunkan wabah kepada orang-orang shalih”.*
Kalimat ini tampak seperti benar, tapi ada kerancuan.
Kalau diyakini bahwa wabah hanya akan mengenai orang kafir/ahli maksiat, lalu bagaimana dengan Sahabat mulia Muadz bin Jabal yang wafat karena wabah penyakit saat itu?.
Apakah keimanan beliau lbh rendah dari keimanan mereka yang mengatakan kalimat di atas?.

– *”Tapi mesjid ini adalah rumah Allah, tak mungkin Allah turunkan wabah di rumah-Nya, maka fatwa para ulama itu keliru”.*
Ini pun tampak manis didengar, tapi bagaimana dengan sabda Baginda:
*”Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat.”*
(HR. al-Bukhari).
Hadits ini bersifat umum, di semua tempat.

*”Tapi tampaknya di wilayah kita aman-aman saja”, semoga kalimat ini benar sesuai fakta*.
Tapi ahli virus mengatakan bahwa Corona adalah wabah dengan sifatnya yang mudah tersebar dengan inkubasi yg cukup panjang, sehingga orang yang terpapar baru akan ketahuan setelah 14 hari-an.

-Fenomena kalimat- kalimat di atas merupakan bentuk bagaimana otoritas keilmuan tak lagi dihargai, baik ilmu agama maupun sains, dan ironisnya hal itu dilakukan dengan “bungkusan agama”.
Padahal Allah berfirman:
*”Tanyakanlah kepada ahli ilmu apabila engkau tak mengetahui*.

*Tak mungkin para ulama berfatwa tanpa pemahaman agama yang kuat.*
Mesir, Saudi Arabia, Kuwait, diantara negara-negara yang lebih dahulu mengeluarkan fatwa berkaitan dengan ibadah jumat selama wabah corona berlangsung.
Mereka berfatwa dengan ilmu, ratusan hadits mereka hafal.
Tak perlu ditanya mengenai hafalan Quran mereka, jangankan ulama, disana orang “biasa” hafal Quran bukan hal “luar biasa”.
Para ulama sangat paham bagaimana “himayatun nafs” yang merupakan salah satu “maqashid” syariah.
Malu kita kalo bandingkan ilmu kita dengan mereka.
Jangankan 30 juz, juz 30 saja mungkin kita tak hafal.
Jangankan hafal ratusan hadits, hadit “innamal a’malu binniyyat … ” saja mungkin kita tak hafal.
Begitu juga dengan para ulama di MUI yang tak diragukan keilmuannya

Atau masih ada yang mengatakan:
*”kita tidak mengikuti ulama, tapi kita mengikuti Quran dan Sunnah”.*
Kalimat ini pun sangat manis, tapi apakah para ulama itu tidak mengikuti Quran dan Sunnah?.
Siapa yang lebih paham dengan Quran dan Sunnah?
kita ataukah para ulama itu yang jelas sanad keilmuannya? ..

Para ulama berfatwa berlandaskan pada pengetahuan mendalam mereka terhadap agama setelah mendengarkan ahli virus corona.
Maka merendahkan fatwa mereka dapat dimaknai penegasian terhadap otoritas keilmuan agama dan sains sekaligus.

Perlu diingat, Baginda Nabi pernah bertutur:

*إذا وسد الأمر الی غیر اهله فانتظر الساعة*

*Jika suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya, nantikanlah kebinasaan yang akan datang.*

——–
Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An Nisa’: 59)

Perhatikan beberapa hadits dibawah ini:

*hadits-hadits yg shahih:*

1- ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata:

أن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في مرَضِه :
( مُروا أبا بكرٍ يصلِّي بالناسِ )

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit beliau bersabda: perintahkan Abu Bakar untuk shalat (mengimami) orang-orang”
(HR. Bukhari no. 7303).

Menunjukkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sakit berat, beliau tidak ke masjid.

2- Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ

“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau *sedang sakit*”
(HR. Muslim no. 654).

-Menunjukkan orang yang sakit diberi udzur untuk tidak ke masjid.

3- Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ

“Larilah dari orang yang terkena kusta, sebagaimana engkau lari dari singa”
(HR Ahmad no.9722, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah As-Shahihah no.783).

Menunjukkan bahwa boleh berusaha menghindarkan diri dari penyakit menular.
Bahkan ini perintah Nabi.
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لاَ تُورِدُوا المُمْرِضَ عَلَى المُصِحِّ

“Janganlah mengumpulkan unta yg sakit dengan unta yang sehat”
(HR. Bukhari no.5774, Muslim no.2221)

عصمنا الله و إیاکم بطاعته ..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 2 = 4