Al Habib Hamid Al Qadrie Sang Sultan Perancang Lambang Negara Garuda Pancasila Yang Jasa Nya Sempat Terlupakan

FOKUSATU-AL Habib Hamid Al Qadrie atau yg sering di sebut Sultan Hamid II adalah keturunan ke 7 dari pendiri kesultanan Al Qadriah Pontianak Kalimantan Barat yaitu Al Habib Syarif Abdullah bin Husain bin Ahmad Al Qadrie keturunan Rosulullah Salallahu Alaihi Wasalam dari Imam Ali Ar Ridho dari Sayidina Husain putra Sayidina Ali bin Abitholib dan Sayidatuna Fatimah Azzahra.

Beliau dilahirkan di kota Pontianak pada tanggal 12 Juli 1913 di dalam diri beliau mengalir darah Arab Melayu beliau adalah anak dari Al Habib Syarif Al Qadrie atau Sultan Syarif Al Qadrie Sutan ke 6 Al Qadriah pontianak dengan istri nya Syekha Jamilah Syarwani dan Habib Hamid Al Qadrie di nobatkan sebagai sultan Pontianak ke 7 pada 25 Oktober 1945 dan beliau menikah dengan Syarifah Didie Al Qodrie dan di karuniai dua orang anak yaitu Syarifah Zahra Al Qodrie dan Habib Syarif Yusuf Al Qadrie

Dalam karir nya Sultan Hamid II sangatlah berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia baik di kancah politik dan militer karena beliau cukup mengenyam pendidikan yang cukup tinggi dari pendidikan dasar hinngga perguruan tinggi di antara nya adalah pernah belajar di Europeesche Legree School atau ELS di Sukabumi, Yogyakarta, Pontianak dan Bandung dan tamat pada tahun 1932 serta melanjutkan ke PerguruanTinggi di Technise Hoogie School atau THS yang sekarang adalah institut Teknologi Bandung atau ITB tetapi tidak di teruskan karena beliau tertarik pada pendidikan kemiliteran dan masuk ke Kominklijeke Militaire Akademi yang sekarang Akabri sejak 1933 samapai 1938 dan dilantik sebagai perwira KNIL kesatuan tentara Belanda dan ditugaskan di beberapa tempat di Indonesia.

Dengan keilmuan nya yang sangat jenius di bidang since dan kemiliteran maka pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu banyak memberikan perhatian kepada nya dan beberapa kali beliau di minta untuk memimpin departemen kepemerintahan Hindia Belanda dan pada masa kemerdekaan beliaupun di angkat mejadi Mentri Negara dalam kabinet Republik Indonesia Serikat atau RIS yang di pimpin oleh Perdana Mentri Mohamad Hata dan dengan ke ahlian dan kepandaian nya Sultan Hamid II pernah menolak ketika Indonesia akan di pecah oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi negara boneka dan Kalimantan Barat akan di jadikan negara bagian dengan otonomi khusus dan dengan ke piawaian nya bernegosiasi beliau juga sukses membujuk Ratu Yuliana Sang Ratu Belanda untuk menyerahkan bekas tanah jajahan nya ke Repulik Indonesia.

Pada masa menjabat sebagai Mentri Negara inilah Sultan Hamid II di berikan tugas oleh Presiden Sukarno untuk merancang Lambang Negara Relublik Indonesia dan beliaupun kemudian membentuk panita yang terdiri dari Mohammad Yamin, M A Pellaupesi, Ki Hajar Dewantoro, Mohammad Natsir dan RM Ngabei Poerwatjaraka untuk mendisain Lambang Negara tersebut dengan menbuat secara bersama dan akhir nya setelah hasil nya di serahkan ke DPR dalam proses nya terpilihlah hasil karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin akan tetapi DPR lebih memilih hasil karya Sultan Hamid II karena dalam detail dan simbol simbol nya cukup dapat masuk dengan kehidupan dan idiologi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan agama dan hasil karya Mohammad Yamin tidak di terima karena di salah satu sisi nya di anggap menghadirkan perlambang Jepang.

Dalam masa karir politik nya Sultan Hamid tidaklah selalu mulus beliau mendapatkan bentruan diantara nya di dalam buku Nationalism Add In Indonesia karangan George MC Turman Kahin tahun 1952 Sultan Hamid II di tuduh mendalangi pembrokan westerling oleh lawan politik nya di pemerintahan Republik Indonesia Serikat atau RIS pada tanggal 5 April 1950 Sultan Hamid II di tangkap dan pada tanggal 8 April 1953 mahkamah Agung saat itu menjatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara kepada Sultan Hamid II dan beberapa tahun kemudian dari hasil penelitian dengan mengajukan ratusan berkas dan bukti bukti seorang cendikiawan yaitu Anahori Dimyati ketua Yayasan Sultan Hamid II mengatakan tuduhan pemberontakan tersebut tidak berdasar dan tidak di motori oleh Sultan Hamid II dan pada tahun 1958 Sultan Hamid II di bebaskan.

Setelah beberapa tahun menghirup udara bebas Sultan Hamid II pun meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 30 maret 1978 pada usia 64 tahun di makamkan di makam keluarga Al Qadrie dan tidak di makamkan di Taman Makam Pahlawan sebagai mana para Pahlawan lain nya yang pernah berjasa kepada bangsa dan negara Republik Indonesia.
( Jacky Susilo )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 3 = 6