Adho RF : Pilkada 2020 BAWASLU Perlu Tingkatkan Kualitas SDM Pengawas Pemilu Adhoc

FOKUSATU-Pilkada Serentak tahun 2020 yang kali ini mengikuti regulasi UU no 10 Tahun 2016 membuat banyak polemic didalamnya terutama pada Kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), juga aktifitas dan kekuatan pemantau pemilu sebagai salah satu stakeholder yang membantu Bawaslu dalam hal memantau kegiatan penyelenggaraan pemilu pada setiap tahapan, juga melaporkannya jika terdapat pelanggaran.

Namun, pada UU No 10 Tahun 2016, Pemantau Pemilu hanya terdapat pada pasal 187D yang menjelaskan Pengurus lembaga pemantau Pemilihan yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Tidak terdapat pasal yang menjelaskan dengan spesifik tentang pemantau pemilu yang membahas tentang wewenang dan kewajiban pemantau pemilu dalam Pilkada.
Seiring berjalannya tahapan pilkada tahun 2020 berlangsung, legalitas Bawaslu Kabupaten/Kota dalam hal pengawasan diperjelas dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XVII/2019.

Putusan MK tersebut memberikan penafsiran baru mengenai apa yang dimaksud dengan Panwaslu tingkat kabupaten/kota yang sebelumnya bersifat Ad hoc (sementara) sehingga dapat langsung dilaksanakan sebagai lembaga permanen sesuai legalitas berdasarkan UU No 7 Tahun 2017. Dirinya menjabarkan, dengan telah dinyatakan bahwa frasa Panwas Kabupaten/Kota dimaknai Bawaslu Kabupaten/Kota konstitusional, maka dengan sendirinya mempersamakan jumlah anggota bawaslu provinsi dan jumlah kabupaten/kota sesuai dengan jumlah dalam UU No 7 Tahun 2017. PKPU No 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2020 juga memperkuat kewenangan Panwaslu yang diambil alih oleh Bawaslu Kabupaten/kota.
Bawaslu telah merekrut SDM Pengawas Pemilu sebanyak 12.651 panwascam untuk mengawasi tahapan pemilihan gubernur, bupati dan walikota tahun ini. Minat masyarakat untuk menjadi pengawas Ad hoc sangat tinggi. Selama masa pendaftaran pada 13-26 november 2019, terdapat 54.619 pendaftar. Tetapi hanya 52.906 yang lulus seleksi administrasi. Sisanya, 1.712 orang yang dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi. Berupa syarat minimal usia dan minimal tingkat pendidikan. Tahap selanjutnya untuk Bawaslu merampungkan jajaran pengawas pemilu disetiap tingkatan menyisakan perekrutan Panwaslu Kelurahan/Desa juga Pengawas TPS.

Berkaca pada Pemilu serentak Tahun 2019 tercatat 348 kasus pidana pemilu yang telah divonis pada 150 pengadilan negeri dan 28 pengadilan tinggi di seluruh Indonesia. Dengan rincian 15 kasus pada tahapan pencalonan, 168 kasus tindak pidana pemilu tahapan kampanye, 22 kasus pada masa tenang, 74 kasus pada tahapan pemungutan dan perhitungan suara, serta 69 kasus pada tahapan rekapitulasi penghitungan perolehan suara.
Maka dari itu salah satu pekerjaan rumah terbesar yang dimiliki Bawaslu sebelum tahapan kampanye dan tungsura dimulai juga melaksanakan peningkatan kapasitas jajaran pengawas pemilu Adhoc seperti Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa juga Pengawas TPS yang merupakan ujung tombak pengawasan dilapangan dengan pemahaman tentang tugas dan wewenang Pengawas Pemilu di setiap tingkatan serta regulasi juga tata cara penanganan dan pelaporan jika terdapat pelanggaran adminsitratif.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

39 + = 48