Rekomendasi Panwas Terkait PSU di 9 Distrik Kabupaten Paniai Dipastikan Cacat Hukum

FOKUSATU – Permohonan gugatan yang terdaftar di Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 71/PHP.BUP-XVI/2018, Hengki Kayame-Yeheskiel Tenouye, yang merupakan paslon nomor urut satu, sekaligus incumbent, menyatakan adanya pelanggaran dalam Pilkada Kabupaten Paniai. Dimana pelanggaran tersebut adalah tindakan KPU Paniai yang tidak melaksanakan rekomendasi Panitia Pengawas (Panwas) Pemilihan Bupati setempat untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sembilan distrik wajib dilaksanakan KPU, 3 hari setelah keputusan Panwas diterbitkan, namun faktanya KPU tidak melasanakan rekomendasi panwas Paniai tersebut.

Ke-sembilan distrik tersebut adalah Distrik Aradide, Distrik Topiyai, Distrik Ekadide, Distrik Bogobaida, Distrik Paniai Timur,Distrik Pania Barat, Distrik Kebo, Distrik Yagai, serta Distrik Baya Biru.

Mahkamah Konstitusi (MK) pun menggelar sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Kabupaten Paniai, sejak (8/8/2018). Dan pada sidang tanggal 4 September 2018, sidang gugatan yang dihadiri oleh kuasa hukum pasangan calon Hengki Kayame-Yeheskiel Tenouye, diantaranya Ahmad Tawakkal Paturuzi, S.H., M.H., Nurdiansah, S.H., Riswal Saputra, S.H., M.H., Iwan Niode, S.H., M.H., Eugen Ehrlich, S.H., M.H., dan Muhammad Nursal, S.H, bersama Calon Wakil Bupati Kabupaten Paniai, Yeheskiel Tenouye.

Persidangan dipimpin oleh Anwar Usman (Ketua), Anwasto (Anggota), Suhartoyo (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Wahiduddin Adams (Anggota), I Dewa Gede Palguna (Anggota), Saldi Isra (Anggota), Enny Nurbaningsih (Anggota), Rahadian Prima N. selaku Panitera Pengganti.

Dengan tidak dilaksanakannya arahan untuk melakukan PSU dinilai menjadi preseden buruk. KPU Paniai dianggap tidak netral dalam penyelenggaraan pemilihan. Selain mengungkapkan pula bahwa, pada hari pemungutan suara, telah terjadi perubahan tempat pemungutan suara di luar wilayah dari masing-masing distrik di Kabupaten Paniai.

Apalagi pemindahan tempat pemungutan suara (TPS) tanpa pengumuman kepada masyarakat adat kabupaten Paniai. Jadi dapat dipastikan ada pemungutan suara yang dilakukan KPU Kabupaten Paniai  tanpa kesepakatan masyarakat adat. Bahkan saksi saksi dari paslon nomor urut satu tidak dilibatkan dalam Rapat Pleno Rekapitulasi di semua distrik di Kabupaten Paniai. Sehingga kuat dugaan KPU Kabupaten Painai, melakukan pencoblosan semua surat suara di beberapa distrik untuk kepentingan Paslon nomor urut 3.

Padahal di masyarakat adat Paniai lebih mengenal sistem Meepago, bukan sistem Noken dengan Big Man nya, yang berarti keikutsertaan masyarakatnya masih begitu kuat dalam mengambil sebuah keputusan. Oleh karenanya, terkait perpindahan TPS apakah diketahui dan didasarkan pada kesepakatan mereka.

Pengacara Hengki Kayame-Yeheskiel Tenouye, yang merupakan paslon nomor urut satu, M. Nursal pun mempertanyakan sistem noken yang berlaku khusus untuk Distrik Paniai itu kesepakatan masyarakat. Apakah wilayah kesepakatan masyarakat itu per distrik atau per kampung? Jadi, apakah kesepakatan masyarakat itu diserahkan kepada kampung, atau langsung satu distrik, atau langsung satu kabupaten, begitu?

Atau apakah sistem noken khususnya untuk Kabupaten Paniai itu juga tempat proses administrasi pemilihannya? Atau kepilkadaannya itu mengikuti PKPU? Misalnya ada tempat pemungutan suaranya di kampung masing-masing, kemudian ada penghitungan berjenjang, dan lain sebagainya, atau Apakah hanya kesepakatan masyarakat adat saja yang kemudian berbeda dengan pelaksanaan administrasi pilkada yang diatur oleh PKPU?

Begitu pun terkait pengawasan yang dilakukan oleh panwas dan jajarannya. Apakah yang digunakan Perbawaslu Nomor 13 atau Perbawaslu tentang Penanganan Pelanggaran, yaitu Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017? Atau apakah KPU wajib melaksanakan rekomendasi Panwas? Kalau dia tidak wajib, apakah pengecualiannya dan dasar hukumnya?

Apakah memenuhi persyaratan jikalau terjadi pemungutan suara atau penghitungan suara tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan? Apakah memenuhi Pasal 112 untuk dilakukan pemungutan suara ulang?

Sementara itu, bagi Prof.H.M. Laica Marzuki ditegaskannya bahwa jika sekiranya terdapat sikap inkonsistensi dari panwas ya, yaitu apa yang dikemukakan dalam pleno, menerima bahwa tidak ada masalah dari Pilkada Kabupaten Paniai, kemudian disusul dengan rekomendasi yang berbeda.Inilah yang harus sebetulnya dibuktikan di hadapan persidangan ini. Kalau hal ini terjadi, maka tidak benar.

“Suatu kelembagaan pemilu seperti halnya Panwas, tidak boleh bermain dua kaki. Artinya, ketika di pleno mengatakan tidak ada masalah, kemudian disusul bahwa ada masalah melalui rekomendasi, ini tidak benar. Tidak benar hal ini sehingga menimbulkan pertanyaan hukum, menimbulkan juridische vraagstukken, ada apa ini, ada apa?

Dan inilah harus menjadi perhatian dari Majelis Yang Mulia, ini harus diungkapkan di persidangan, apa kiranya sebab musabab yang inkonsistensi seperti ini? Karena pemilihan kepala daerah, termasuk bupati dan wakil bupati, itu dalam kaitan implementasi kedaulatan rakyat. Suatu hal yang inkonsistensi dari salah satu kelembagaannya, seperti misalnya Panwas, ini mencederai kedaulatan rakyat,” jelas Prof.Laica.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari aspek hukum, ini dapat dipandang juridische gebreken (bercacat hukum), lanjutnya, dan rekomendasi Panwas tertanggal 3 Agustus tahun 2018, dari sudut hukum merupakan suatu tardief verklaring, artinya suatu pernyataan yang terlambat. Karena suatu rekomendasi, termasuk rekomendasi Panwas, seharusnya diajukan pada ketika masih berada dalam material spear, bodemgeschil (kejadian pokok perkara). Jadi, tidak boleh  rekomendasi itu dibuat kemudian, kemudian disusulkan masuk setelah perkara ini masuk dalam kompetensi yustisial Mahkamah. itu mengandung cacat hukum, mengandung juridische gebreken, papar Prof.Laica tegas.

Hadir di persidangan Termohon, KPU Kabupaten Paniai, Theodorus Kossay (Ketua KPU Provinsi Papua), Tarwinto (Komisioner KPU Paniai), Kuasa Hukum KPU Pieter Ell, Rahman Ramli, David Soumokil  Ahli dari Termohon Benny Sweny.

Sedangkan dari Pihak Terkait, hadir Mieki Nawipa, Kuasa Hukum Pihak Terkait diantaranya Taufik Basari, Yance Salambauw, Ridwan Tarigan, Sergius Wabiser, . Regginaldo Sultan, Ahli dari Pihak Terkait Prof. HM Laica Marzuki dan Nelson Simanjuntak serta dari Bawaslu Papua, Ronald M. Manoach.

(***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

47 − 46 =