Raden Dirgantara, SH : Berikan Upah Yang Adil Untuk Buruh

FOKUSATU -Wacana tentang kebijakan upah minimum sebaiknya diletakkan dalam konteks yang lebih luas. Jika yang menjadi masalah adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan pekerja secara keseluruhan (bukan hanya buruh/karyawan), maka fokus utamanya mestinya diarahkan kepada peningkatan kesejahteraan pekerja informal yang merupakan mayoritas dari pekerja di Indonesia.

Di samping itu, karena upah merupakan fenomena yang melibatkan buruh dan pengusaha, kebijakan upah (termasuk di dalamnya: kebijakan upah minimum), harus mempertimbangkan kepentingan buruh dan pengusaha secara bersama-sama. Dalam konteks ini, upah yang “adil” bukanlah upah yang menjamin buruh mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melainkan upah yang tepat sama dengan kontribusi buruh terhadap perusahaan atau produktivitasnya. Jika yang menjadi masalah adalah bagaimana melindungi buruh/karyawan, maka perlindungan dilakukan dalam konteks agar buruh mendapatkan upah sesuai dengan produktivitasnya.

Dari paparan di atas, terlihat bahwa kondisi “ideal”, dimana upah tepat sama dengan produktivitas, dicapai dalam struktur pasar tenaga kerja yang kompetitif. Oleh karena itu, yang lebih penting untuk dilakukan adalah melakukan restrukturisasi pasar tenaga kerja dari yang bersifat monopsonistik menuju pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif. Kembali kepada ciri pasar yang kompetitif, yaitu keseimbangan kekuatan antara produsen dengan konsumen, maka restrukturisasi pasar tenaga kerja bisa dilakukan dengan cara mendorong kekuatan kolektif buruh agar seimbang dengan kekuatan pengusaha.

Salah satu aspek penting pasar kompetitif adalah informasi, sehingga perlu diciptakan mekanisme untuk membuka akses buruh terhadap informasi tentang perusahaan, khususnya informasi keuangan.

Dengan demikian, seluruh karyawan dapat mengetahui tingkat profitabilitas perusahaan yang merupakan gambaran hasil kerja mereka. Mekanisme ini antara lain bisa diciptakan melalui hak kepemilikan saham oleh serikat pekerja di tingkat perusahaan. Dengan memiliki saham perusahaan, serikat buruh (dan pada gilirannya: seluruh buruh) berhak mengakses data apapun tentang perusahaan.

Akhir kata, yang harus dicari bukanlah upah yang menjamin buruh sejahtera, melainkan upah yang “adil” atau yang sesuai dengan kontribusi buruh terhadap perusahaan. Upah yang “adil” tak akan diketahui berapa besarnya, tetapi kita tahu bagaimana menuju ke sana.  

*Raden Dirgantara SH. ( Mediator Ahli Muda Hubungan Industrial Direktorat PHI Jamsos)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

80 + = 84