MASIKA ICMI Jakarta Minta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tetap Lakukan Operasi Pasar Minyak Goreng

FOKUSATU-Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui badan usaha milik daerah (BUMD) PT Food Station Tjipinang Jaya, menghentikan operasi pasar minyak goreng kemasan karena perintah dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Pamrihadi Wiraryo mengatakan, perintah untuk menghentikan operasi pasar tersebut diterima setelah pemerintah pusat memutuskan mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng.

Dalam rapat bersama Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2022), Pamrihadi Wiraryo menyampaikan bahwa “Diminta untuk semua kepala dinas untuk menghentikan operasi pasar, maka Food Station dalam hal ini mengikuti aturan sehingga tidak dilakukan pasar murah untuk produk minyak goreng” jelasnya.

Adapun aturan yang melarang operasi pasar minyak goreng kemasan yang dimaksud Pamrihadi yakni Surat Edaran Kemendag Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium. Surat edaran tersebut diperkuat dengan Surat Nomor 84/PDN/SD/03/2022 yang dikeluarkan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, yang meminta semua kepala dinas yang membidangi perdagangan di seluruh provinsi di Indonesia untuk menghentikan operasi pasar terkait minyak goreng kemasan.

“Saudara agar menghentikan pelaksanaan operasi pasar di wilayah masing-masing mengingat minyak goreng kemasan sudah mulai didistribusikan secara normal dengan harga sesuai mekanisme pasar,” demikian isi surat dari Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tertanggal 16 Maret 2022.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) ICMI Provinsi DKI Jakarta, Hasreiza menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui PT Food Station Tjipinang Jaya harus terus melakukan operasi pasar untuk membantu masyarakat bawah yang terdampak kenaikan minyak goreng.

“Selama harga minyak goreng belum mendekati harga sebelum kenaikan maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BUMD harus membantu masyarakat melalui operasi pasar,” tegasnya.

Salah satu faktor harga minyak goreng naik tahun ini adalah harga CPO sebagai bahan baku yang melambung di pasar global. Kenaikan itu dari 1100 dolar AS menjadi 1340 dollar. Akibat kenaikan CPO, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri.

“Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan semestinya mengatur agar produsen tidak menjual semua ke luar negeri karena ingin untung besar dan pasokan dalam negeri tetap terjamin, bukan malah menyalahkan ibu-ibu rumah tangga dan menuding penimbunan oleh mereka. Kemampuan rumah tangga menimbun tidak akan mampu juga menghilangkan minyak goreng dari pasaran,” tambahnya.

Hasreiza yang juga dikenal sebagai Reiza Patters ini mengatakan bahwa harga minyak goreng itu diprediksi tidak lantas normal kendati harga CPO dunia berangsur turun.

“Untuk itulah perlu ada intervensi pemerintah dalam bentuk operasi pasar, jangan malah dihalang-halangi inisiatif Pemerintah Daerah untuk membantu warganya,” tandasnya.

Ada juga yang berpendapat bahwa faktor penyebab penurunan supply, utamanya produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng di dalam negeri adalah karena adanya kewajiban pemerintah terkait dengan program B30 yang mana mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Saat ini, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu karena adanya kewajiban untuk pengusaha CPO agar  memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen.

“Hal tersebut terkait dengan subsidi triliunan rupiah dari Negara kepada konglomerat sawit agar mereka memproduksi biodiesel. Ini lebih menarik untuk konglomerat sawit daripada harus memproduksi minyak goreng yang harganya ditetapkan dengan Harga Eceran Terendah (HET) yang sepertinya kurang menguntungkan dibanding dengan ekspor CPO dan produksi biodiesel yang memang mendapatkan subsidi tadi,” jelasnya.

“Di sinilah peran Pemerintah sebagai pemangku kebijakan diuji, apakah mereka memang membuat kebijakan apakah hanya sekedar memenuhi keinginan para konglomerat untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa peduli kesulitan rakyat. Kami mendesak agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui BUMD-nya tetap melaksanakan operasi pasar minyak goreng hingga harganya bisa turun mendekati harga sebelum kelangkaan terjadi,” tegasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 − = 9