Yudhi Kurnia : Keterlibatan Guru Dalam Kehidupan

FOKUSATU-Kemampuan saya dalam melihat kejadian di sekeliling yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan nampaknya sudah mulai menurun. Banyak hal yang terlewati begitu saja tanpa diakhiri dengan sebuah tulisan. Hal tersebut membuat saya khawatir akan kehilangan kepekaan dalam melihat dan memandang sebuah kejadian. Ujungnya akan semakin tersendat dan bahkan terhalang untuk bisa menghasilkan tulisan-tulisan.

Dulu, saya sering melihat sebuah fenomena dan tanpa disadari dalam fenomena tersebut muncul ide untuk menuliskannya dan dahsyatnya lagi ide tersebut saling terkait dengan hal-hal yang diluar dugaan. Bahkan, tak jarang pengetahuan atau pengalaman yang lama terbenam dalam pikiran seketika itu hadir dan muncul. Padahal, saya sebetulnya sudah tidak mengingat-ingat lagi momentum tersebut. Namun, saking dahsyatnya daya tarik proses menulis dalam mengasah otak maka kita terus dilatih untuk senantiasa peduli, berpikir dan berkarya.

Mungkin, memudarnya semangat menulis seiring sejalan juga dengan semakin lesunya saya untuk berbagi. Terkadang, diri ini merasa tidak percaya diri. Sehingga sering merasa takut dan malu. Jangan-jangan apa yang dituliskan nantinya akan menyinggung perasaan orang lain, atau bahkan akan membuat hal jelek lainnya, tentunya saja hal tersebut tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Akan tetapi, jikalau saya mau terus bersemangat menulis maka hal jelek yang memengaruhi pikiran seperti yang tertulis di atas harus saya buang jauh-jauh.

Menjadi penulis yang sekaligus juga guru merupakan hal yang kelihatan gampang padahal sulit. Menulis menjadi sulit karena sangat jarang yang mau mempraktikan. Bahkan, banyak yang kandas di tengah jalan. Tulisan tidak pernah jadi, terhalang dengan kebingungan untuk melanjutkan buah pikiran dalam tulisan. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya referensi yang tersimpan dalam otak kita. Layaknya bejana berisi air, otak kita harus pula diisi dengan pengetahuan yang bisa kita dapatkan dengan cara membaca atau merenung. Sayangnya, saat ini banyak yang tidak suka membaca dan juga merenung. Maka wajar jika kualitas tulisan yang kita hasilkan bergantung seberapa besar otak kita menyimpan banyak memori pengetahuan.

Berbicara tentang mengisi otak dengan bahan-bahan yang berkualitas maka kita akan membicarakan mengenai budaya membaca kita. Seberapa sering kita membaca buku, misalnya. Atau, Berapa banyak koleksi buku yang kita miliki di rumah, bisa juga punyakah kita jadwal waktu khusus untuk ke perpustakaan daerah sembari membaca dan menggali informasi di sana. Jika jawaban dari kedua pertanyaan adalah tidak maksimal, maka kemampuan kita dalam menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan pun tidak akan maksimal. Ini artinya karya kita akan banyak tersendat, atau malah tidak mempunyai pikiran sama sekali untuk menghasilkan karya tulisan.

Menjadi guru yang penulis tentunya akan bisa menjadi inspirasi untuk setiap peserta didik, terlebih hasil karya guru tersebut sudah tercetak baik dalam media cetak, atau media online. Hasil tulisan sang guru akan mampu menggerakan guru lainnya, hal ini dikarenakan sifat dari guru yang sangat menyukai pada kebaikan dan perbaikan kualitas serta ketahanan untuk senantiasa belajar dan mencari ilmu. Melalui semangat inilah maka penularan aktifitas yang baik seperti menulis di kalangan guru-guru adalah hal yang sangat dahsyat. Sebuah kebanggaan, jika hampir kebanyakan yang menjadi tokoh-tokoh besar di negeri kita merupakan sosok-sosok yang juga dikenal sebagai pendidik, atau lebih dekat dengan dunia akademik.

Saat ini, buah pikir dan gagasan dari seorang guru sangat diperlukan dalam memajukan negara Indonesia. Perjuangan guru jangan terbatas hanya di ruang kelas. Namun, sebagai agen perubahan juga harus bisa berbaur dan menjadi pelopor dalam kegiatan dilingkungan masyarakat. Tak jarang kita banyak menemukan guru menjadi sosok yang ekslusif jika berada dilingkungan masyarakat. Padahal, seharusnya sebagai insan yang dibekali dengan nilai-nilai sosial dalam kehidupan guru harus mampu juga berkiprah dalam masyarakat. Dengan demikian kehadiran sosok guru dalam masyakarat akan menjadi sebuah kebaikan.

Guru harus mampu bergelut dalam politik, namun bukan politik praktis. Setiap guru harus menjadi bagian dalam kemaslahatan. Pelopor dalam hal kebaikan. Tentunya juga mengajak pada perbaikan-perbaikan kemasyarakatan. Posisi guru berada pada jalur hukum dan ketaatan kepada kesepakatan dalam memahami undang-undang. Seorang guru jika ditanya atau dihadapkan dengan wawasan kebangsaan pun akan cerdas menjawab dan lugas dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul. Meski terkadang perasaan takut sering menghinggapi. Namun demi kebenaran dan ketaatan pada peraturan maka guru harus berani bersuara. Bersuaranya guru tidak melulu berurusan dengan oral atau audio atau omongan. Sebuah tulisan adalah salah satu media penyampai suara seorang guru. Gagasannya dalam sebuah bentuk tulisan tentunya sangat diperlukan, demi kemajuan dan kebaikan negeri Indonesia di masa yang akan datang.

Tulisan ini hanya gagasan sederhana sebagai penawat kegabutan yang melanda. Gabut merupakan Bahasa gaul anak jaman now. Gabut berarti gaji buta. Satu ungkapan yang menggambarkan seseorang yang tidak pernah melakukan pekerjaan dan hanya menerima gaji dari apa yang tidak dilakukannya. Semoga gabut segera sirna, semangat kembali membara di tengah malam saat hujan melanda. SEMANGAT untuk SEMUANYA, bukan SEMAUNYA. 😊

#salam guru motekar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 13 = 14