FOKUSATU-Orang yang meyakini para Dzurriyah (Habaib) itu wajib ma’sum (tidak boleh memiliki dosa, cela dan kekurangan, baik sedikit maupun banyak, baik besar maupun kecil) dan sekaligus meyakini, bahwa sebaliknya yang bukan ma’sum berarti bukan dzurriyah dan tidak layak jadi dzurriyah atau berharap besar bahwa seorang dzurriyah itu dalam gambarannya sempurna secara lahir batin, atau dalam benaknya seorang dzurriyah itu di generalisir wajib seperti walisongo dan para tokoh terkemuka lainnya seperti Imam Faqihih Muqoddam, Imam Abdurrahman Asseggaf, Imam Alydrus, Syekh Abu bakar Bin Salim, Imam Alatas, Imam Alhaddad Sohiburrotib, serta Imam Ali Alhabsyi atau seumpamanya.
Atau bahkan seluruh dzuriyyah zohirnya harus terlihat kalem, super lembut, serius nya santai, tenang, semua tendensi nya harus berfigur sufi, tidak boleh ada yang keras, tegas, kuat seperti menjadi seorang Pengawal Syariat berkarakter tegas.
Maka orang tersebut, atau orang yang memiliki pandangan tersebut di anggap menyimpang.
Boleh jadi karena kebodohan, atau lebay (over Imajinasi), bahkan pada tingkatan lebih buruk, terklasifikasi pada tingkatan hasud, wal iyadzubillah baik karena termakan provokator, mau pun berangkat dari kejelekan sifat jiwa nya sendiri.
Kasus kasus di atas tersebut di khawatirkan menjadi pemicu atau menjadi benih benih keluar nya keyakinan seorang muslim dari sub pemahaham Ahlussunnah wal jamaah tentang Ahlul Bait yang telah di garis kan.
Sebab dalam pelajaran BAB WAJIB MENGHORMATI dan MENCINTAI AHLULBAIT sekaligus Dzurriyah nya, tidak di tetapkan SYARAT seorang dzurriyat kalau mau di cinta harus begini harus begitu, sebab Agama menggeneralisir dalam hal HORMAT dan CINTA berlaku untuk semua Dzurriyah. Meskipun dalam BAB MENGIKUTI, MENCONTOH, tidak berlaku penggeneralisiran tersebut.
Pada bab ini seorang muslim memilah milih siapa saja di antara mereka yang wajib di ikuti, dengan mempertimbangkan ILMU dan AKHLAK nya, tanpa harus menaruh benih sifat dengki di kalangan mereka. Jadi PENGHORMATAN dan MENGIKUTI adalah 2 Bab yang berbeda.
Realitas umum para dzurriyah (habaib) tidak lepas dari KESALAHAN dan DOSA meskipun dari sisi TANGGUNG-JAWAB dalam hal Agama lebih berat, karena menanggung NASAB dan PEMAHAMAN Ayah kakeknya terus kepada moyang nya yang bersilsilah kepada Nabi, yang mereka semua Notaben nya menjadi KUNCI keberlangsungan dan kelestarian Agama tersebut. Bukan kah Imam Mahdi Pemimpin Agama akhir zaman, terlahir dari kalangan Ahlul bait dan seorang Dzurriyah, kita bisa cek nanti di berbagai dalil.
Seorang DZURRIYAH bukan seorang NABI, tetapi Dzuriyyah merupakan Darah Daging dari Sang Nabi, DZURRIYAH bukan MALAIKAT yang tak memiliki kukurangan, cacat, dosa, dan aksi-reaksi pelanggaran, Dzurriyah tetap seorang Dzurriyah yang “di tetap kan” memiliki kekurangan…
Pembahasan POKOK para dzurriyah adalah pembahasan tentang ZAT, dan ketika membahas SIFAT maka terdapat perinciannya, sehingga andai ada dzurriyah yang dalam pandangan MEDIS ia di anggap “SAKIT GILA”, maka ZAT kedzurriyahannya di anggap tidak batal atau hilang karena kegilaannya. Ia tetap di anggap seorang dzuriyyah meskipun SIFATnya berubah, dan bila seorang HABAIB yang Alim terkena SAKIT GILA maka zat kehabibannya tetap tak berubah, hanya SIFAT KEALIMANnya lah yang berubah, bisa berkurang atau hilang.
Adapun mengenai SIFAT DZURRIYAH,bukan kah Allah memiliki sifat JAMALLIYAH (SIFAT CINTA, INDAH, RAHMAH, KELEMBUTAN alias FEMINIM) sekaligus Sifat JALALLIYAH (KEPERKASAAN, KETEGASAN, MURKA, Alias MASKULIN)??
Dan Bukan kan Nabi Saw memiliki Sifat Super dan Extra Lembut, RAMAH, dalam PERGAULAN, tetapi juga KESATRIA dan SELON di MEDAN TEMPUR??
Kedua nya berjalan Beiringan sesuai dengan “Proporsinya dan waktu nya”…
Setelah membaca ulasan di atas, jadi sangat wajar seorang dzurriyah memiliki kekurangan, sama seperti orang pada umumnya, setelah membaca ulasan di atas juga kita memahami, jadi sangat wajar seorang dzurriyah ada yang memiliki sifat tegas dalam menjaga Agama, karna Fungsi Agama akan menjamin keselamatan seluruh manusia, jadi musti ada yang mengingatkan bahkan mengawal kesakralan Agama, yang lahir dari kalangan Ahlinya. Tidak bisa sebagian Dzurriyah di generalisir semuanya harus seperti seorang Sufi, Dalam arti tidak harus semuanya kalangan Dzurriyah selamanya mengemban Amanat jalur Thariqah dan Kesufian semata.
Dan sebagai gambaran lain, kita tidak mungkin merubah SIFAT & JOBDESK Sayyidina Ibnu Mas’ud, ataupun Sayyidina Salman Alfarisi, menjadi seperti SIFAT dan JOBDESK Sayyidina umar dan Sayyidina Khalid Bin Walid begitu pula sebaliknya.
Setelah anda membaca status di atas…
Orang yang memiliki sifat bawaan Husnuzon akan mudah memahami dan meyakininya, dan sebaliknya akan merasa sulit, kecuali jika mau bermujahadah melawan ego terhadap diri nya sendiri.
Ahad 31 Mei 2020