AMR : The New Normal “Peradaban Masker”

FOKUSATU-Inilah periode dimana masker atau alat penutup hidung sampai mulut digunakan lebih dari 50% penduduk dunia. Dalam sejarah peradaban manusia mungkin tidak ada satu alat yang digunakan secara massif pada satu periode yang sangat singkat oleh lebih dari 50% penduduk dunia, kecuali masker tiga bulan terakhir ini. Inilah peradaban masker.

Walaupun ramai digunakan saat ini, masker atau paling tidak alat penutup wajah dari hidung sampai bagian mulut memang bukan barang baru. Pada wilayah Timur Tengah, jazirah Arab kebiasaan menutup hidung sampai ke mulut lazim disebut dengan cadar atau niqab, ini berlangsung sejak lama, sebelum lahirnya agama-agama. Di Timur Tengah yang memang separuh daratannya adalah gurun maka kebiasaan menutup wajah menjadi kelaziman tidak hanya untuk kaum perempuan tetapi juga untuk kaum laki-laki Arab. Menggunakan alat penutup hidung sampai ke mulut di Arab untuk melindungi diri dari hawa dan debu gurun pasir.

Jepang juga mengenal kebiasaan menutup wajah dan hanya menampakan dua bola mata, ini disebut Ninja atau Shinobi. Pakaian Ninja menutupi seluruh wajah pengguna hanya menunjukan dua bola mata. Ninja muncul di Jepang sekitar tahun 522 yakni kelompok sindikat yang digunakan sebagai mata-mata atau penyusup. Menggunakan Ninja bagi seorang mata-mata/penyusup ditujukan untuk menutupi wajah penyusup sehingga tidak dikenali.

Di Indonesia kebiasaan menutup sebagain wajah dari hidung sampai ke mulut diperkenalkan seiring dengan masuknya kebudayaan dan peradaban Islam. Kebudayaan Islam-lah yang memperkenalkan, khususnya perempuan, di Indonesia untuk menutup bagian hidung sampai mulut. Ini lazim disebut dengan jilbab cadar. Kebiasaan menggunakan Jilbab sampai menutup sebagian wajah ini, sangat kental dengan perintah agama, yakni menutup aurat bagi kaum perempuan yang dapat mengundang syahwat lelaki. Dalam sosiologi agama penggunaan jilbab dalam batas ini, lebih bermakna menunjukan kelas spiritual seorang perempuan dibanding dengan perempuan yang lain.

Inilah sejarah nenek moyangnya masker, ia hadir dari keragaman budaya yang menempatkannya secara berbeda dengan kebudayaan lain. Cadar di Arab, Ninja di Jepang dan Jilbab di Indonesia, walaupun sekilas sama tetapi memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda. Tentu Arab pasca Islam makna cadar menjadi lebih luas selain pelindung dari debu gurun pasir untuk perempuan Islam juga sebagai fungsi menjalankan perintah menutup aurat.

Kini masker digunakan 50% lebih penduduk dunia. Setelah merebak wabah COVID akhir 2019 di Wuhan, China dalam tiga bulan terakhir sampai sekarang kampanye dan penggunaan masker menjadi isu dunia. Seluruh perangkat penyampaian gagasan baik cetak maupun elektronik digunakan untuk mengkampanyekan penggunaan masker. Presiden, Menteri, Tokoh Dunia, Tokoh Agama, Artis, Guru, orang awam, anak kecil dan lain-lain, seluruh umat manusia dengan latar beragam profesi, jutaan orang satu suara, satu tema kampanye, “Gunakan Masker”. Dimana saja, di pasar, rumah, kantor, bandara dan bahkan di tempat ibadah kampanye dan anjuran menggunakan masker disuarakan serentak seluruh penjuru dunia. Masker pada periode ini difungsikan sebagai pelindungan diri dan orang lain dari wabah Corona Virus atau COVID-19.

Setiap anak diseluruh penjuru dunia yang tumbuh pada periode ini akan memahami apa, dan tujuan penggunaan masker. tidak lagi mengenal Agama, budaya, atau kondisi alam seperti Timur Tengah, menggunakan masker menjadi kewajiban seluruh manusia dimanapun berada. Inilah periode dimana masker tidak terikat oleh geografi, budaya dan bahkan agama. Inilah periode dimana masker wajib digunakan walaupun tempat tinggal Anda tidak berdebu gurun pasir, inilah periode dimana Anda menggunakan masker tapi bukan Ninja atau penyusup, dan inilah periode dimana Andaa harus menggunakan masker untuk menutupi lipstick bibir mulut gigi emas Anda walaupun bukan orang Islam. Pendek keta, inilah peradaban masker.

Dan jika melihat trand kedepan, semoga wabah COVID-19 cepat berlalu, masker akan tetap menjadi gaya hidup. Dua pekan terakhir trend menjadikan masker sebagai gaya hidup terlihat dari model, motif, aksesoris dan pilihan masker. Bahkan saya menduga kedepan desain model, motif, dan aksesoris masker juga akan dipengaruhi oleh ideology. Jadi masker tidak lagi sebatas mencegah diri kita dan orang lain dari wabah virus tetapi juga menunjukan kelas sosial dan ideology pengguna. Bukankah sudah marak masker Merah-Putih, masker Batik dan lain-lain, itu karena ideology.

Tidak hanya di Indonesia, dibelahan Benua Afrika Masker dan mungkin juga dunia pada umumnya masker menjadi The New Normal. Kenormalan gaya hidup, Masker menjadi salah satu ciri baru ketika manusia menjalankan aktivitas normal keseharian. Selain masker new normal lainnya seperti mencuci tangan rutin, menjaga jarak komunikasi dan sebagainya.

Foto berikut bagaimana Afrika Selatan kini masker menjadi bagian hidup penting manusia ketika menjalani aktivitas sosialnya. Sementara pada video berikut bagaimana Thailand membuat advertisement, welcome New Normal Life Experience, pasca pandemi.

Selamat datang peradaban masker, maka dengarkanlah fatwaku, “yang gak pake masker yakinlah Anda ketinggalan peradaban”.

 

#JakartaLawanCOVID19 #JAGAJARAK #DIRUMAHSAJA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

57 + = 60