FOKUSATU-Pada tanggal 2 Mei 2020, telah dilaksanakan diskusi online yang dipandu oleh Moderator Ayu Meyla Sari selaku pengurus Departemen Pendidikan Wilayah I dan pemateri Dr.Dirgantara Wicaksono,M.Pd.MM. dengan mengupas tema “Nasib Pelajar Kala Pandemi”. Pemateri kali ini yakni beliau merupakan pengamat pendidikan sekaligus Founder serta pembina dari organisasi pendidikan bernama Backpacker Teaching di seluruh Indonesia.
Diskusi ini dihadiri oleh Kordinator Wilayah Ikahimsi Wilayah I, Para Ketua Departemen Ikahimsi Wilayah I dan antusias dari peserta lainnya juga banyak yang hadir menemani diskusi ini. Diskusi ini lebih banyak membahas tentang dampak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terhadap keefektifan pembelajaran daring terhadap pelajar, siswa, dan orang tua.Hal ini seperti yang kita rasakan di masyarakat mulai dari kuota internet,penyalahgunaan gawai oleh anak di bawah umur, serta tuntutan siswa yang tidak punya gawai terhadap orang tua. Lalu dampak yang timbul dengan dihapusnya Ujian Naional bagi siswa dan Solusi yang terbaik dalam menanggapi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Diskusi ini diawali dengan pemaparan materi yang disampaikan oleh Dr.Dirgantara Wicaksono,M.Pd.MM. yakni beliau menyampaikan bahwa saat ini pendidikan di Indonesia sedang berlangsung dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menggunakan beberapa pendekatan yaitu tatap muka virtual. Seperti yang kita ketahui bahwa wabah Covid-19 ini berpengaruh pada ketersediaan listrik dan akses internet pada satuan pendidikan yakni sebanyak 40,779% atau 18% Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tidak ada akses internet dan 7,552 SP atau 3% belum terpasang listrik.
Survei oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia pada 2018 menemukan medki 171 juta lebih rakyat sudah terhubung dengan internet,lebih dari 55,7 persen akses internet itu ada di Pulau Jawa. Di Kalimantan hanya 6,6 persen, di Bali dan Nusa Tenggara Timur 5,2 persen, di Sulawesi,Maluku,dan Papua hanya 10,9 persen.
Survei yang sama menemukan bahwa hanya sekitar 20 persen pengguna yang berlangganan Internet tetap di rumah, lalu 79,5 persen yang tidak memiliki jaringan Internet tetap di rumah atau hanya memakai internet yang tersambung melalui telepon seluler. Selain itu, sekitar 17 persen responden setiap hari memakai laptop,sekitar 9 persen menggunakan desktop, dan 93 persen terhubung dengan internet melalui ponsel pintar.
Survei KPAI pada 13-20 April 2020 menemukan bahwa 76,7 persen siswa menyatakan tidak senang mengikuti pembelajaran jarak jauh. Keluhan siswa diantaranya pembelajaran jarak jauh hanya menumpuk tugas dari guru,ketiadaan komputer dan internet, serta hilangnya kesempatan bermain bersama teman. Dari survei itu terlihat jelas bahwa belajar jarak jauh menegaskan dan mereproduksi ketaksetaraan dan keterbelakangan sosial yang sebelumnya telah berakar dalam masyarakat kita.
Dr.Dirgantara Wicaksono,M.Pd.MM. menyampaikan bahwa Covid-19 ini memberikan dampak kepada para murid,guru serta orangtua. Dampak terhadap murid yaitu murid merasa dipaksa belajar jarak jauh tanpa sarana dan prasarana memadai di rumah (seperti laptop,handphone, atau computer),murid belum ada budaya belajar jarak jauh sehingga akan mempengaruhi daya serap, sekolah diliburkan terlalu lama membuat anak-anak jenuh, dan murid akan kehilangan jiwa sosial.
Dampak terhadap orang tua yaitu adanya penambahan biaya pembelian kuota intenet bertambah sehingga menambah beban pengeluaran orangtua, orangtua harus meluangkan lebih ekstra waktu kepada anak-anak ketika mendampingi belajar online, dan pembelajaran online memaksa para orangtua untuk melek teknologi.
Dampak terhadap guru yaitu tidak semua guru mahir menggunakan teknologi internet atau media sosial sebagai sarana pembelajaran,proses belajar mengajar online di rumah tanpa sarana dan prasarana memadai di rumah,belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini sistem belajar dilaksanakan adalah melalui tatap muka, sekolah diliburkan terlalu lama membuat para guru jenuh, dan sebagainya.
Adapun hikmah adanya Covid-19 ini yaitu lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, terbangun pola pikir positif, lebih menghargai penddik, dan sebagainya. Dr.Dirgantara Wicaksono,M.Pd.MM menjelaskan bahwa China memiliki sistem pendidikan yang berbeda dengan Indonesia salah satunya yaitu China memiliki berorientasi pada visioner (masa depan anak). Oleh karena itu, Dr.Dirgantara Wicaksono,M.Pd.MM. memberikan pendapat bahwa pelajar di era ini yakni sebagai Agent Of Change harus memiliki pola pikir 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration dan Communication) dan harus menggunakan social media dengan maksud memajukan pendidikan di Indonesia.
Kesimpulan akhir dari diskusi ini yaitu rekomendasi untuk pemerintah pusat,perlunya modul sebagai pendamping belajar siswa,perlunya disediakan sarana dan prasarana memadai untuk siswa dan guru (seperti laptop dan smartphone). Pemerintah perlu menyediakan ketersedian listrik dan akses internet bagi satuan pendidikan yang belum menerima bantuan utama di daerah 3 T. Belajar dengn model blended learning guru lebih mengarahkan siswa agar memiliki kemampuan metakognitif (kesadaran individu terhadap pemikirannya sendiri, evaluasi mereka terhadap pemikirannya itu, dan pengaturan mereka terhadap pemikiran itu). Lalu,mengajak radio dan TV swasta untuk berperan aktif dalam pembelajaran daring.(AW)