Dilema Seruan Beraktivitas Dari Rumah

FOKUSATU-Wabah Corona Virus Desease (Covid) 19 mempengaruhi semua aspek kehidupan, virus Corona merubah gaya hidup manusia, dan itu mau tidak mau mesti diterima, salah satu yang paling terasa adalah terhambatnya gerak mobilitas warga, dalam kondisi normal warga bebas bepergian kemana saja termasuk pulang pergi ke tempat kerja, kebutuhan dapur tercukupi, jauh berbeda saat pandemi Corona menyerang, masyarakat diminta berdiam diri di rumah, jargonnya work from home (WFH).

Sekilas jargon ini menarik, maknanya aktivitas pekerjaan berpindah dari kantor ke rumah, dari luar terkesan baik baik saja, seolah tidak ada pihak yang menjadi korban, benarkah demikian?

Bagi warga yang bekerja di bawah naungan institusi pemerintah maka WFH bukan masalah, bahkan bisa menjadi berkah tersendiri buat mereka, gaji tetap berjalan seperti biasa dan tidak perlu mengeluarkan energi berangkat pagi pulang sore dari tempat kerja, enak bukan? Sayangnya kondisi jauh berbeda dialami oleh warga yang bekerja di sektor swasta, nasib mereka menjadi tak menentu, sebagian dari mereka diliburkan dari tempat kerjanya akan tetapi gaji juga turut diliburkan, selama tidak masuk kerja gaji juga tidak berjalan, sebagian mengalami nasib yang lebih naas lagi, mereka diberhentikan dari tempat kerja, perusahaan melakukan PHK dengan dalih pendapatan menurun drastis selama musim Corona.

Nasib getir juga dialami pelaku UMKM khususnya pedagang kaki lima, sepanjang Corona masih menjangkit, selama itu pula mereka tidak leluasa berjualan, pendapatan pasti menurun drastis, beruntung bila mereka kebagian bantuan pemerintah untuk sedikit meringankan beban hidup selama masa pandemi.

Berdasarkan data dari asosiasi dunia usaha, industri, dan Dinas Tenaga Kerja, per 13 April 2020 terdapat 212.394 orang pekerja formal yang mengalami PHK, Sedangkan 1.205.191 orang pekerja formal yang dirumahkan, mereka yang dirumahkan bisa tidak mendapat gaji sama sekali atau hanya mendapat gaji sebagian. Sementara itu dari sektor informal terdapat 282.000 tenaga kerja yang dirumahkan hingga di PHK. Sementara itu itu bila mengacu ke data BPJS Ketenagakerjaan jumlah pekerja formal yang mengalami PHK lebih besar lagi, yakni berkisar 537.000. Jumlah ini bisa terus meningkat bila virus corona terus mendera anak negeri.

Anggaplah yang terkena pemutusan hubungan kerja mendapat bantuan melalui skema kartu prakerja dan bantuan sosial lainnya, akan tetapi permasalahannya bukan sekadar itu, bagaimana nasib mereka kelak saat Corona telah berakhir, apakah mereka serta merta bisa mendapatkan kembali pekerjaan, belum tentu juga.

Beraktivitas di luar rumah dalam masa pandemi tentu beresiko, sama halnya dengan menantang maut, namun kebutuhan perut seringkali susah dilawan, itulah yang terjadi pada sebagian warga yang tetap mondar mandir pulang pergi tempat kerja walaupun himbauan menetap di rumah telah diberlakukan, selain itu instansi tempat mereka bekerja tetap mewajibkan mereka masuk kantor. Ungkapan “pekerjaan bisa dicari namun nyawa tidak bisa dicari” nampaknya “tidak ampuh mempengaruhi semua persepsi warga”.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
*Koordinator Presidium Demokrasiana Institute
*Mahasiswa Program Pascasarjana School of Government and Public Policy (SGPP) Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

+ 67 = 71