FOKUSATU – Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat informasi bohong alias hoax seiring interaksi masyarakat Indonesia di dunia maya yang semakin hari semakin tinggi. 52 persen penduduk Indonesia sangat “melek internet”, lebih dari 60 juta orang memiliki telefon cerdas alias urutan kelima dunia dalam hal ini.
Dari sekian banyak informasi yang berkembang di dunia maya, tidak sedikit yang merupakan informasi yang pantas untuk diragukan kebenarannya. Namun, karena tidak memiliki kemampuan menyaring berita bohong, tak jarang masyarakat menerima begitu saja dan bahkan ikut menyebarkan kabar bohong.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Margiono, sependapat dengan Siswandi. Menurut Margiono yang juga ketua Panitia Pusat HPN 2018, masyarakat Indonesia tengah berada pada era di mana kebenaran dan kebohongan semakin sulit dibedakan.
Ia mengatakan, diperlukan proses yang tidak singkat untuk menemukan kebenaran dari satu peristiwa. Misalnya, saat terjadi peristiwa pembunuhan, polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Pengadilan pun, sambung Margiono, tidak begitu saja bisa memutuskan fakta dalam kasus pembunuhan, karena membutuhkan keterangan-keterangan tambahan dari saksi dan ahli-ahli yang memahami peristiwa tersebut dalam pendalaman kasus.
Margiono berharap masyarakat memiliki kemauan untuk merunut sebuah informasi demi menemukan kebenaran faktual sebuah peristiwa. Pers, di saat yang bersamaan juga bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang memang berdasar pada kebenaran faktual.