Camp Pengungsi Yang Menjadi Wisata Unggulan Batam

WARTAHOT –  “Aku tak mungkin lagi kembali melakukan hal yang pernah kita lakukan bersama di Kamp Galang. Walau penuh kenangan, hidupku di negara baru ini telah berubah. Aku kini telah berkeluarga dan mempunyai dua anak yang menggemaskan, semuanya perempuan. Aku hargai kegigihanmu untuk terus menemuiku hingga kita bisa berjumpa di Arkansas. Tapi, maafkan aku, kita tak mungkin bersatu lagi….” Begitulah petikan surat cinta perpisahan seorang pengungsi Galang kepada mantan pacarnya, relawan kemanusiaan asal Indonesia. Surat cinta itu tercatat dalam buku sejarah pengungsi Vietnam di Pulau Galang 1976-1996, yang diterbitkan Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya.

Kisah manusia perahu Vietnam ibarat sejarah tragedi kemanusiaan yang kelam. Penindasan akibat pergolakan politik berkepanjangan Indochina memaksa  ribuan rakyat Vietnam meninggalkan tanah air-nya.

Mereka harus menyabung nyawa, berlayar berhimpitan di atas kapal-kapal kayu sederhana, bahkan terombang-ambing di Laut China Selatan.  Tak sedikit yang  akhirnya mati sia-sia, tenggelam di laut atau tewas di tangan bajak laut. Didalam salah satu camp tertempel tulisan yang menyebutkan, pengungsi tiba di Pulau Galang pada Mei 1975.

Saat itu tak ada satu bekal pun yang mereka bawa. Umumnya mereka mengarungi lautan dengan perahu nelayan. Berukuran 20×3 meter yang disesaki puluhan orang. Itulah sebabnya, tak sedikit perahu yang tenggelam di tengah laut lantaran kelebihan beban. Pada 1979, Pulau Galang dijadikan tempat kamp pengungsi dari wilayah Asia Tenggara. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia mengambil peran penting dari sisi kemanusiaan, bekerjasama dengan UNHCR membantu para pengungsi. Indonesia bebesar hati dengan sikap politik bebas aktifnya. Pemerintah Indonesia kala itu sangat mengakomodir akan kebutuhan dasar manusia perahu yang hidup di Camp Galang. Sementara Palang Merah Indonesia berperan penting dalam membantu dan merawat manusia perahu.

Manusia perahu yang datang dan tinggal di Galang benar-benar mendapat perawatan yang baik. Lambat laun kondisi di Vietnam pascaperang terus membaik. Camp Galang pun ditutup pada tahun 1996. Namun masih menyisakan sekitar 5.000 manusia perahu yang tidak berhasil lolos menuju negara ketiga. UNHCR membantu proses pemulangan pengungsi. Kisah pemulangan menimbulkan protes. Tak sedikit manusia perahu yang tak ingin kembali ke Vietnam mengakhiri hidupnya dengan cara tragis.

Kini Pulau Galang menjadi tempat wisata sejarah yang dikelola pihak Otorita Batam. Pulau Galang menjadi destinasi para wisatawan domestik di Pulau Sumatra. Wisata sejarah yang juga sekaligus menjadi tempat ziarah. Sayangnya, pengelolaan Camp Galang terkendala biaya perawatan, berapa bangunan telah rusak. Camp Galang kini hanya sebagai monumen kemanusiaan guna mengenang peran besar Indonesia terhadap tragedi kemuanusiaan di Vetnam. (gems)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

10 + = 19